Jumat, 28 Oktober 2011

IBADAH NATAL Minggu, 25 Desember 2011

LITURGI PEMBUKA

PROSESI DIIRINGI NYANYIAN UMAT (berdiri)

Kidung Jemaat 119 “Hai Dunia, Gembiralah”












Hai dunia, elukanlah Rajamu, Penebus! Hai bumi, laut, gunung, lembah, bersoraklah terus,
Bersoraklah terus, bersorak-soraklah terus!

Janganlah dosa menetap di ladang dunia. Sejahtera penuh berkat berlimpah s’lamanya,
Berlimpah s’lamanya, berlimpah-limpah s’lamanya.

Dialah Raja semesta, benar dan mulia. Masyhurkanlah, hai dunia, besar anug’rah-Nya,
Besar anug’rahnya, besar, besar anug’rah-Nya.
Syair: Joy to the World, Isaac Watts 1719, terj. Yamuger/KAJ 1980
Lagu: Lowell Mason (1792-1872)
Arransemen: G.F. Handel


SALAM
PF : Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian! (2 Korintus 13: 13)
U : dan menyertaimu juga
(duduk)

PENGAKUAN DOSA
PF : Saudara sekalian, di hari istimewa ini kita kembali diajak untuk merenungkan cinta kasih Tuhan lewat inkarnasi-Nya menjadi manusia. Dalam Perayaan Natal saat ini kita tidak hanya mensyukuri cinta kasih itu hanya dari kelahiran-Nya, namun juga lewat penebusan- Nya. Dan di awal perayaan yang mulia ini, marilah kita menyesali dan mengaku akan dosa-dosa kita di hadapan Allah, supaya kita layak di hadapan-Nya!

---------hening--------

U : (menyanyikan KJ 23 “Ya Allah Bapa”)












Aku berlutut dan doa kupanjatkan, ku bertelut memohon rahmat-Mu;
Ampunilah segala dosaku dan limpahkanlah berkat anugerah.

Aku naikkan puji dan doa ini demi nama Tuhanku Penebus,
Putra kekal, abadi dan kudus, Jurus’lamatku dan Raja semesta
Syair dan Lagu: Subronto Kusumo Atmodjo 1978
Arransemen: H.A. van Dop 1984

BERITA PENGAMPUNAN
PF : “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak- Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 16) Sebagai pelayan Tuhan, kami memberitakan bahwa dosa-dosa saudara sekalian telah diampuni, dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus!
U : Amin


LITANI KYRIE
L : Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah menjadi daging demi umat-Mu yang berdosa ini. Tuhan, kasihanilah kami!

U : Tuhan, kasihanilah kami!

L : Engkau yang menghapus dosa-dosa dunia, dalam diri Yesus Kristus Engkau rela tergantung di salib dan bangkit dalam kemuliaan untuk membuktikan bahwa Engkaulah Juruselamat dunia. Kristus, kasihanilah kami!

U : Kristus, kasihanilah kami!

L : Engkau berjanji untuk datang kembali dalam kemuliaan membangkitkan orang-orang mati dan membawa kami untuk tinggal bersama dalam Kerajaan Sorgawi, biarlah kami senantiasa menantikan kedatangan-Mu itu dalam iman dan pengharapan. Tuhan, kasihanilah kami!

U : Tuhan, kasihanilah kami!

(berdiri)
MADAH GLORIA
Gita Bakti 288 “Kemuliaan Bagi Allah”









(laki-laki)
Tuhan Allah, Raja surga, Allah Bapa Mahakuasa, Engkaulah yang layak kami puji,
menyembah sambil bersyukur demi kemuliaan-Mu!

(perempuan)
Anakdomba, Jurus’lamat, Putra Allah Mahakuasa, Engkau yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami, dengarlah doa kami!

(semua)
Hanya Kau yang Mahasuci, hanya Kau yang Mahatinggi, ya Yesus Mesias, Tuhan kami,
Beserta dengan Roh Kudus di kemuliaan Bapa-Mu!
Syair: Gloria in Excelsis (Gloria Besar), abad ke-3, saduran H.A. van Dop 1975
Lagu dan aransemen: H.A. van Dop 1975/1982


LITURGI SABDA (dan Pelayanan Baptisan Kudus)

DOA PERSIAPAN PELAYANAN FIRMAN
PF : Marilah berdoa! Ya Allah yang Mahamulia, kami mohon kiranya Engkau menerangi kami dengan Sabda Kebenaran-Mu yang akan diwartakan ini, biarlah hidup kami hanya seturut dengan firman-Mu. Demi Yesus Kristus, Tuhan yang telah lahir bagi kami!
U : Amin
(duduk)

BACAAN I
Lektor : (Yesaya 52: 7-10) Demikianlah sabda Tuhan!
U : Syukur kepada Allah


MAZMUR ANTABACAAN
Mazmur 98





Bersorak-sorai bagi Dia, hai bumi bergembiralah!
Bermazmur bagi Yang Setia, hai segenap manusia!
Gambus, kecapi dan nafiri bunyikanlah dengan seru:
Biar semua mengiringi pujian bagi Rajamu!

Biar samud’ra bergemuruh dan sungai-sungai bertepuk;
Biar segala puncak gunung bersorak-sorai menderu.
Langit dan bumi, ramai-ramai sambutlah Raja mulia
yang datang menyampaikan damai selaku Hakim dunia!
Lagu: Jenewa

BACAAN II
Lektor : (Ibrani 1: 1-12) Demikianlah sabda Tuhan!
U : Syukur kepada Allah
(berdiri)

BAIT PENGANTAR INJIL
Gita Bakti 289 “Haleluya”









BACAAN III
PF : Inilah Injil Yesus Kristus menurut kesaksian Yohanes!
U : Dimuliakanlah Tuhan
PF : (Yohanes 1: 1-14) Demikianlah Injil Tuhan. Terpujilah Kristus, Haleluya!
U : (menyanyikan kembali GB 289 “Haleluya”)
(duduk)

KHOTBAH
Tema :
Inti :

----hening----

PENGANTAR PELAYANAN BAPTISAN KUDUS
PF : Para orang tua yang hendak membaptiskan anak kalian, sebagai persekutuan umat Allah, kami menyambut dengan sukacita niat saudara sekalian untuk membaptiskan anak kalian. Melalui baptisan, anak-anak ini akan dipersatukan dengan perjanjian Allah Bapa, Sang Pencipta, yang di dalam diri Kristus telah mati dan dikuburkan, lalu bangkit dalam kemuliaan, dan hidup abadi dalam persekutuan Roh Kudus, untuk kemudian menjadi bagian dari Tubuh Kristus, yaitu Gereja.

(berdiri)
PENGAKUAN IMAN RASULI
PF : Saudara sekalian, bersama dengan umat Allah di seluruh dunia, dan bersama para orang tua yang hendak membaptiskan anak mereka, marilah kita berdiri dan mengikrarkan pengakuan iman kita, seturut dengan Pengakuan Iman Rasuli!
U : Aku percaya ……
(umat duduk, para orang tua baptis tetap berdiri)

PERNYATAAN ORANG TUA
PF : Para orang tua sekalian, apakah kalian bersedia supaya anak kalian ini dibaptiskan berdasarkan iman gerejawi yang telah kalian ikrarkan tadi?
OT : Ya, kami bersedia!


PEMBAPTISAN
PF : (.....) Aku membaptiskan engkau di dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus!


PENUMPANGAN TANGAN
PF : Kiranya Roh Kudus memberkati engkau untuk selanjutnya menjadi saksi Kristus di sepanjang kehidupanmu, dalam kemuliaan Allah Bapa! Amin.


PENUTUP
PF : Kini mereka telah menjadi ciptaan yang baru di dalam Yesus Kristus. Haleluya!

(berdiri)
DOA UMAT
PF : Saudara sekalian, marilah kita menaikkan segala permohonan kita kepada Allah!
L : Ya Bapa, berkatilah seluruh gereja yang tersebar di seluruh penjuru bumi. Biarlah seluruh gereja boleh merayakan Pesta Natal ini dengan sukacita dan rasa aman. Demi Kristus kami mohon,

U : Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan!

L : Ya Bapa, berkatilah anak-anak yang baru dibaptiskan ini dengan Roh Kudus-Mu. Ketika mereka dibaptiskan, mereka telah terkubur dan bangkit bersama Kristus. Biarlah mereka tumbuh dalam pengajaran iman di dalam-Mu saja. Demi Kristus kami mohon,

U : Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan!

L : Ya Bapa, berkatilah para pemimpin negara kami. Biarlah mereka memimpin dengan takut akan Tuhan saja dan dapat menghindari godaan untuk korupsi. Demi Kristus kami mohon,

U : Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan!

L : Ya Bapa, berkatilah para janda dan duda yang kesepian, orang-orang menderita karena sakit atau tekanan, orang-orang berduka dan anak-anak jalanan. Berikanlah uluran tangan- Mu kepada mereka, dan mampukanlah kami untuk menolong dan menghiburkan mereka. Demi Kristus kami mohon,

U : Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan!

(hening, umat menyampaikan permohonan pribadi)

L : Demi Kristus kami mohon!

U : Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan!

PF : Inlah segala permohonan kami, ya Tuhan! Kami memohon kiranya Engkau mendengar dan mengabulkan permohonan-permohonan kami, seturut dengan kehendak-Mu saja. Demi Kristus, kami berdoa kepada-Mu, Ya Bapa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa!

U : Amin
(duduk)

LITURGI EKARISTI

PENGUMPULAN PERSEMBAHAN DIIRINGI NYANYIAN UMAT

Gita Bakti 72 “Anak Maria”












Para malaikat bernyanyi gembira, memuji Allah yang Mahabesar.
Para gembala di padang Efrata, bersukacita menyaksikannya.

Berbahagia yang datang menyambut, di kandang domba Sang Bayi Kudus.
Ia berbaring penuh kedamaian, bayi mulia, Sang Anak Kudus.
Syair dan Lagu: G. Soumokil 2006
(berdiri)

DOA PERSIAPAN PERSEMBAHAN
PF : Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan kami menerima roti yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari bumi dan dari usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti kehidupan.

U : Terpujilah Allah selama-lamanya!

PF : Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima anggur yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari pohon anggur dan dari usaha manusia yang bagi kami akam menjadi minuman rohani.

U : Terpujilah Allah selama-lamanya!

PF : Dalam kerendahan hati dan ketulusan, kami menghadap kepada-Mu, ya Allah, Bapa kami. Dalam peristiwa Natal yang agung ini, kami mempersembahan kembali berkat yang telah Kauberikan kepada kami. Berkenanlah Engkau menerima persembahan umat-Mu ini, demi Kristus, kami berdoa!

U : Amin


SURSUM CORDA – PREFASI – SANCTUS

NKB 156 “Angkat Hatimu”
(bait 1 dinyanyikan PF)













(bait 2 dinyanyikan umat)
Kami bersyukur atas ciptaan-Mu, atas kasih-Mu dan perjanjian-Mu,
atas Putra-Mu, Yesus Jurus’lamat, atas Roh Kudus dan segala rahmat;
kami bersyukur, bersyukur pada-Mu.

(bait 3 dinyanyikan PF)
Kami bersyukur beserta malaikat, beserta nabi dan umat abdi-Mu,
beserta rasul dan semua martir, orang yang kudus di terang sorgawi
dan di dunia : seluruh G’reja-Mu.

(bait 4 dinyanyikan umat)
Kami berseru : Suci, suci, suci! Tuhan yang Esa, Pencipta Semua
Dunia penuh kemuliaan-Mu. Diberkatilah Kristus, Utusan-Mu.
Kami berseru : “Hosana” pada-Nya.
Syair: Sursum Corda/Lift Your Hearts; (Myanmar) terj. Yamuger 1987
Lagu: Leonard Khan Gyi 1962 (Karen – Birma)
© Christian Conference of Asia

(duduk)
EPIKLESIS I
PF : Sungguh kuduslah Engkau, Bapa yang Mahakudus, ketika Sabda-Mu menjadi manusia, Engkau memancarkan keagungan yang tiada tertandingi. Engkau, Allah yang tak kelihatan itu, kini dapat kami kenal dalam diri Putra-Mu, Juruselamat kami.

Kini, ya Bapa, Seperti butiran-butiran gandum yang digiling menjadi roti, dan butiran- butiran buah anggur yang diperas menjadi minuman anggur, demikian pula kami datang kepada-Mu dari berbagai latar-belakang untuk memuji dan memuliakan Engkau. Dalam persekutuan umat-Mu ini, kami mohon kiranya Roh-Mu menyucikan persembahan yang kami himpunkan menjadi satu dalam rupa roti dan anggur ini supaya menjadi bagi kami: Tubuh dan Darah Putra-Mu terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus!

U : (menyanyikan PKJ 300 “Datanglah, Ya Roh Kudus)









Penetapan Perjamuan Kudus
PF : Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata:

“Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!”

Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata:

“Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku;
perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!”


ANAMNESIS
PF : Sungguh agung misteri iman kita!
U : Kami mengenangkan kematian Kristus, Kami merayakan kebangkitan-Nya dan kami menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali!


EPIKLESIS II
PF : Sambil mengenangkan karya penyelamatan dalam diri Putra-Mu, Yesus Kristus, kami persembahkan diri kami kepada-Mu, ya Tuhan, Sang Roti Kehidupan dan Piala Keselamatan. Kami bersyukur, sebab kami Engkau anggap layak menghadap Engkau dan berbakti kepada-Mu. Kami mohon kepada-Mu, ya Bapa, agar kami sekalian yang menerima roti dan anggur ini, dihimpun menjadi satu kesatuan dalam Roh Kudus.

U : (menyanyikan PKJ 300 “Datanglah, Ya Roh Kudus)


KOMEMORASI
PF : Ingatlah, ya Tuhan, akan gereja-Mu, yang kudus dan am dan rasuli ini, yang telah ditebus melalui darah Tuhan Kami, Yesus Kristus. Kiranya Engkau tetap memelihara persatuan kami ini dalam iman dan damai sejahtera yang hanya berasal dari-Mu saja.

Bapa, berkatilah para pelayan-pelayan-Mu yang bertugas menggembalakan kami, di mana pun mereka Engkau percayakan memegang tanggung-jawab pelayanan mereka.

Ingatlah juga, ya Bapa, saudara-saudari kami yang telah meninggal dalam dalam damai dengan Kristus. Kasihanilah dan terimalah dalam kebahagiaan yang kekal, bersama Perawan Maria, para rasul, semua martir dan orang-orang kudus, yang hidupnya berkenan kepada-Mu. Bersama mereka, kami juga akan memuji Dikau dan kelak akan tinggal bersama dalam Kerajaan-Mu.

U : (menyanyikan GB 293b “Maranatha”)









PENUTUP
PF : Dengan Kristus, bersama Kristus dan di dalam Kristus, bagi-Mulah segala hormat dan kemuliaan, ya Allah Bapa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa!

U : (menyanyikan PKJ 293 “Amin”)





(berdiri)
DOA BAPA KAMI
PF : Dalam persatuan sebagai Tubuh Kristus, marilah kita bersama-sama berdoa!
U : Bapa kami yang di sorga, ….


SALAM DAMAI
PF : Tuhan Yesus Kristus, Engkau bersabda kepada para rasul, “Damai Kutinggalkan bagi-Mu, damai-Ku Kuberikan kepadamu.” Ya Tuhan, janganlah Engkau melihat dosa kami kembali, tetapi lihatlah saja akan iman gereja-Mu ini. Persatukanlah kami dengan damai yang kekal dalam pengharapan akan datangnya Kerajaan-Mu kelak!
U : Amin
PF : Damai Tuhan besertamu!
U : dan besertamu juga

-----umat saling bersalam-salaman, mengucapkan “Salam damai!”-----
(duduk)

PEMECAHAN ROTI DAN PENUANGAN ANGGUR
PF : Roti yang akan dipecah-pecahkan, dan anggur yang akan dituangkan ini adalah persekutuan dengan Tubuh dan Darah Kristus!

(sambil memecah-mecahkan roti dan menuangkan anggur,
umat menyanyikan KJ 312 “Anakdomba Allah”)














KOMUNI
PF : Lihatlah! segala sesuatunya telah tersedia. Nikmatilah jamuan makan dan minum dari Tuhan!

(umat maju ke depan untuk menerima roti dan anggur,
setelah itu umat mengambil waktu untuk hening sejenak,
sambil para pelayan merapikan meja perjamuan)


(berdiri)
DOA SYUKUR SESUDAH KOMUNI
PF : Marilah berdoa! Ya Allah, kami bersyukur karena kami telah dipersatukan dengan-Mu melalui baptisan yang pernah kami terima, kami juga bersyukur karena kami boleh mengambil bagian dalam perjamuan-Mu yang kudus. Dalam perayaan untuk mengingat kelahiran-Mu ke dalam dunia ini, kami juga memohon kiranya Engkau juga lahir di hati kami masing-masing supaya Engkau hidup di dalam kami, dan kami hidup di dalam-Mu. Demi Kristus kami berdoa!
U : Amin


LITURGI PENGUTUSAN

NYANYIAN PENUTUP
Kidung Jemaat 99 “Gita Sorga Bergema”















Yang di sorga disembah, Kristus, Raja yang baka, lahir dalam dunia dan Maria Bunda-Nya.
Dalam daging dikenal Firman Allah yang kekal; dalam Anak yang kecil nyatalah Imanuel!
Gita sorga bergema, “Lahir Raja mulia!”

Raja Damai yang besar, Surya hidup yang benar, menyembuhkan dunia di naungan sayap-Nya,
tak memandang diri-Nya, bahkan maut dit’rima-Nya, lahir untuk memberi hidup baru abadi!
Gita sorga bergema, “Lahir Raja mulia!”
Syair: Hark! The Herald Angels Sing, Charles Wesley 1739, terj. Yamuger 1977
Lagu: Felix Mendelsson 1840
Arransemen: William Hayman Cummings 1856

BERKAT
PF : Terimalah berkat Tuhan, “Kasih karunia Allah Bapa, dalam diri Putra-Nya, Yesus Kristus, Firman yang menjadi Manusia, dan persekutuan dengan Roh Kudus, kiranya memberkati saudara sekalian, kini dan selama-lamanya!”
U : Amin


PENGUTUSAN
PF : Saudara sekalian, dengan demikian perayaan agung ini telah selesai.
U : Syukur kepada Allah
PF : Marilah pergi, kita diutus!
U : Amin

Para pelayan liturgi meninggalkan ruang kebaktian diiringi permainan organ
(duduk)


*) disusun oleh sekelompok mahasiswa STT Jakarta semester 7, 2011, mata kuliah Memimpin Ibadah.

Minggu, 21 Agustus 2011

Buku baru

Buku (biasa, bukan E-book) "Berdoa dan Bekerja Bersama Santo Benediktus dari Nursia" karangan Rasid Rachman hanya dijual via internet. Bagi peminat, silakan klik: http://nulisbuku.com/books/view/berdoa-dan-bekerja-bersama-santo-benediktus-dari-nursia

Senin, 15 Agustus 2011

SILABUS (SEMESTER 7) MEMIMPIN IBADAH

(LIT 0307, 2 SKS)

Semester ganjil, 2011

Mahasiswa belajar memimpin ibadah dengan baik dan kreatif. Dalam mata kuliah ini akan diajarkan cara membaca Alkitab dan teks ibadah lainnya (termasuk doa), cara pelayanan Firman dan Sakramen, dilengkapi dengan sikap tubuh dan gerak serta aspek teknis lainnya. Dibahas pula bagaimana mengikutsertakan orang lain dalam unsur-unsur ibadah, serta kerja sama dengan para pemeran khusus seperti paduan suara dan pengiring musik. Diperhatikan pula berbagai macam bentuk ibadah, baik di dalam maupun di luar gedung gereja serta pengaruh cara memimpin dalam kegiatan peribadahan.


Tatap muka 1
- Uraian umum tentang isi dan tujuan kuliah ini.
- Perkenalan sistem dan metode perkuliahan, cara penilaian, tes tengah semester dan akhir semester, dll.

Tatap muka 2
- Arti simbol-simbol dalam liturgi: tata gerak, kata-kata, warna, busana, dsb.
- Membaca Alkitab: Injil dan Surat

Tatap muka 3
Membaca Alkitab: Injil, Surat, dan Mazmur
*) mahasiswa menyiapkan satu perikop bacaan

Tatap muka 4
- Liturgi ekumenis sesuai Liturgi Lima
- Unsur-unsur liturgi dan arti-artinya
*) mahasiswa menyiapkan Liturgi Lima

- Leksionari, Mazmur, dan nyanyian jemaat dalam liturgi hari Minggu
*) mahasiswa menyiapkan buku nyanyian ”Kidung Jemaat dan Mazmur”.

Tatap muka 5 (mulai presentasi kelompok)
Merancang Ibadah hari Minggu + perjamuan kudus (penerapan Liturgi Lima dalam konteks)

Tatap muka 6
Latihan Ibadah hari Minggu Biasa + perjamuan kudus (liturgi ekumenis)
* Evaluasi kelas

Tatap muka 7
Latihan Ibadah hari raya Epifania + perjamuan kudus
* Evaluasi kelas

Tatap muka 8
Latihan Ibadah hari raya Natal Siang (25 Desember) + baptisan anak
* Evaluasi kelas

Tatap muka 9
Latihan Ibadah Minggu Adven + Perkawinan
* Evaluasi kelas

Tatap muka 10
Latihan Ibadah Yesus Naik ke Sorga + Penahbisan Pendeta
* Evaluasi kelas

Tatap muka 11
Latihan Ibadah alam terbuka
* Evaluasi kelas

Tatap muka 12
Latihan Ibadah harian petang
* Evaluasi kelas

Tatap muka 13
Latihan Ibadah harian Laudes (pagi)
* Evaluasi kelas

Tatap muka 14
Latihan Ibadah Jumat Agung
*) Evaluasi kelas

TAS (hanya jika diperlukan): refleksi praktek peribadahan di satu gereja yang diamati oleh mahasiswa)


Bahan bacaan
Gabe Huck, Liturgi Yang Anggun dan Menawan, Kanisius.
Menjadi Lektor
Max Thurian and Geoffrey Wainwright, Baptism and Eucharist Ecumenical Convergence in Celebration, WCC 1983.
Revised Common Lectionary dari www.cresourcei.org/lection.html

SILABUS (semester 3) LITURGIKA I

(LIT 0103, 2 SKS)

Semester ganjil, 2011

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pengantar ke dalam studi liturgi. Akan dipelajari arti liturgi hari Minggu beserta unsur-unsurnya, pengantar sakramen, dan masalah liturgi lainnya yang berhubungan dengan seni dan konteks kehidupan Gereja.

Tatap muka 1
- perkenalan sistem perkuliahan, penilaian, tugas-tugas, dsb.
- pengantar umum, kerangka sejarah liturgi
- etimologi: liturgi, ibadah, doa-doa, dan kata-kata sejenis

Tatap muka 2 (zaman gereja awal)
- simbol-simbol dan tanda-tanda dalam liturgi
- umat, tempat, dan waktu sebagai simbol
- Ibadah jemaat mula-mula sebagai gambaran pertama ibadah gereja (1)

Tatap muka 3 (zaman gereja awal)
- Ibadah jemaat mula-mula sebagai gambaran pertama ibadah gereja (2)
- Budaya-budaya masyakarat membentuk liturgi: Yahudi, Helenistik, Romawi, dsb.

Tatap muka 4 (zaman Patristik)
- jenis-jenis liturgi (1): harian, mingguan, tahunan
- ciri-ciri khas setiap jenis ibadah

Tatap muka 5 (zaman Patristik)
- jenis-jenis liturgi (2): harian, mingguan, tahunan
- ciri-ciri khas setiap jenis ibadah


Tatap muka 6 (menjelang Abad-abad Pertengahan)
- monastika dan spiritualitas biara bagi dunia saat ini

Tatap muka 7
Ujian tengah semester (esai di kelas)

Tatap muka 8 (Abad-abad Pertengahan)
- baptisan dan perjamuan
- perkembangan sakramen-sakramen

Tatap muka 9 (Abad-abad Pertengahan)
- liturgi perkawinan
- jabatan dan para petugas liturgi

Tatap muka (10 Abad-abad Pertengahan)
- arsitektur bangunan gereja
- tata ruang dalam dan perangkat liturgi

Tatap muka 11 (zaman Reformasi)
- teologi liturgi Luther
- teologi liturgi Calvin

Tatap muka 12 (zaman Reformasi)
- pokok-pokok liturgi Reformasi
- nyanyian jemaat: sejarah dan jenis

Tatap muka 13 (zaman Modern)
- liturgi zaman modern : gerakan liturgis dan penyesuaian liturgis
- liturgi–liturgi kontemporer

Tatap muka 14 (cadangan dari zaman Reformasi)
- liturgi Anglican
- liturgi Metodis

Tatap muka 15 (paper)
Ujian akhir semester: uraian historis dan refleksi bagi gereja dewasa kini

Buku-buku bacaan
Cheslyn Jones, Geoffrey Wainwright, Edward Yarnold (editors), The Study of Liturgy.
E. Martasudjita, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi, Kanisius
James White, Introduction to Christian Worship (Revised Edition), Abingdon.
Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi. BPK GM.
Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi, BKP GM.

Selasa, 15 Maret 2011

PERJAMUAN SOSIAL DAN IKATAN KEKERABATAN

UPACARA PENGUCAPAN DI MINAHASA


Nama : Ariwandira, Gledy Oktaviani, Rohani Sianipar, Wilson Simamora,
Malia Mariete Lenakoly
Semester : VI (enam)
Mata Kuliah : Ritus Kehidupan


Pendahuluan
Perjamuan sosial atau makan bersama merupakan unsur utama bagi kehidupan manusia sepanjag masa dan merupakan warisan dari budaya di seluruh bangsa. Makan bersama ini merupakan sebuah pengalaman kebersamaan. Secara historis, perjamuan sosial merupakan lambang persatuan dan persaudaraan antar manusia dengan sesamanya, sebagai tanda yang mempertemukan dan mempersatukan mereka dengan yang Ilahi, dan lambang untuk mewartakan karya Ilahi di dalam dunia. Tujuannya ialah untuk menghayati dan mengekspresikan hubungan antar manusia dan antar kelompok. Pada umumnya, perayaan perjamuan sosial lebih terfokus pada partisipasi kelompok, yaitu: untuk saling menguatkan antar anggota dan kelompok, untuk mengingat peristiwa-peristiwa khusus, dan untuk menghidupkan makna dan nilai-nilai perayaan tersebut. Selain itu perjamuan sosial tidak hanya memberikan jamuan makanan tetapi di dalamnya juga ada persiapan, proses makan bersama dan percakapan. Oleh karena itu, orang yang datang tidak hanya sekadar ingin makan kenyang tetapi para anggota saling melayani, bercengkrama, berbagi cerita dan berbagi makanan.
Perjamuan sosial pun mengasumsikan aspek keagamaan seperti pada pelaksanaan perjamuan kudus, yaitu: ciri sakramental dan aspek sosial yang adalah persaudaraan dan cinta kasih. Dengan demikian, perjamuan sosial atau makan bersama adalah sarana untuk menghayati dan mengekspresikan nilai-nilai kemanusiaan dan harapan-harapan hidup manusia. Perjamuan sosial tersebut diselenggarakan tidak hanya sebagai upacara keagamaan, tetapi mengandung makna sosial karena perjamuan yang dilakukan tidak hanya makan secara pribadi, tetapi saling berbagi makanan dengan orang lain. Inilah yang memunculkan rasa kebersamaan itu dalam sebuah ikatan kekerabatan melalui perjamuan yang sedang dilaksanakan.

Upacara Pengucapan di Minahasa
Ditelusuri dari segi historis, upacara ini merupakan sebuah ritual yang berisi mantra-mantra pujian kepada para dewa atas berkat yang diberikan bagi hasil panen di ladang. Ritual tersebut dilaksanakan sambil menari mengagungkan para dewa. Ritual ini pada umumnya dilaksanakan sekitar bulan Juni-Agustus. Sebagai ungkapan syukur, tentu saja acara ini dilaksanakan secara meriah dan penuh sukacita. Pada hari itu seluruh masyarakat bersukacita sambil berkumpul di suatu tempat. Masing-masing membawa segala hasil panen dan makanan-makanan untuk diletakkan pada sebuah meja panjang. Setelah dipanjatkan puji-pujian kepada para dewa, semua orang bersama-sama makan dari apa yang telah dibawa tersebut. Saling berbagi pun terjadi. Lalu, acara tidak berhenti sampai di situ saja. Pada hari tersebut setiap rumah tangga wajib membuka rumah mereka untuk didatangi oleh tamu. Setiap tamu yang hadir ke rumah-rumah tersebut harus dijamu oleh tuan rumah dengan berbagai makanan yang ada di rumah tersebut, bahkan tamu yang hadir ke rumah-rumah tidak hanya dari satu desa, tetapi juga dari desa lainnya.
Seiring berkembangnya zaman dan masuknya kekristenan di Minahasa, pelaksanaan upacara ini juga mengalami perkembangan. Upacara ini mulai disiapkan satu hari sebelumnya. Tiap-tiap keluarga mempersiapkan baik persembahan hasil panen untuk dipersembahkan ke hadapan Tuhan di gereja, maupun makanan khas Minahasa untuk disediakan dalam perjamuan sosial. Makanan utama yang harus disediakan adalah sayur daun pangi dan nasi atau ketan yang dibakar di dalam bambu. Pada umumnya, makanan disediakan dalam jumlah yang melimpah, sebab makanan tersebut dipersiapkan untuk makan bersama, menjamu tamu di tiap rumah, dan memberikan kantong-kantong makanan ketika tamu pulang.
Pelaksanaan perayaan ini diawali dengan ibadah syukur pada pagi hari, bersama seluruh warga kampung, dengan membawa hasil-hasil panen ke gereja. Hal ini sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan pemeliharaan dan kesuburan (menggantikan pemahaman yang lampau sebagai ucapan syukur kepada para dewa). Pada prosesi pembawaan hasil panen, diawali dengan tarian ungkapan syukur panen, yaitu tarian Maengket. Selain itu, seluruh warga kampung pun membawa makanan olahan yang telah disiapkan pada hari sebelumnya dan ditata pada satu meja panjang yang diletakan di halaman gereja. Hal ini merupakan bentuk ungkapan syukur warga, yaitu dengan membagikan olahan hasil panen tersebut agar dapat dinikmati oleh semua orang, antara lain: masyarakat dari kampung lain, anggota keluarga yang sudah tinggal di kota, bahkan mereka yang berbeda agama. Meja tersebut mengingatkan bahwa kita telah menjadi kesatuan, ketika kita makan bersama dalam satu meja perjamuan. Mengingat kembali pada perayaan perjamuan kudus di gereja, umat makan roti dan minum anggur di sebuah meja. Meja perjamuan tersebut merupakan sebuah simbol yang seharusnya mengingatkan kita untuk turut berbagi makanan dengan orang lain di sekitar kita.
Setelah perjamuan bersama, setiap keluarga kembali ke rumah mereka masing-masing dan bersiap menjamu setiap tamu yang datang ke rumah. Perjamuan bersama ini merupakan sarana pertemuan keluarga, saling berbagi cerita, dan semakin memperkuat ikatan kekerabatan. Selesai menjamu para tamu di rumah, setiap orang yang datang bertamu diberikan kantong-kantong berisi makanan untuk dibawa pulang.

Refleksi
Proses inkulturasi bertujuan untuk menyampaikan pesan atau makna Injil secara utuh dengan menggunakan unsur-unsur yang ada di dalam kebudayaan. Tradisi Pengucapan Syukur di Minahasa adalah salah satu bentuk inkulturasi. Mungkin tiap-tiap daerah di Indonesia mempunyai tradisi perjamuan sosial. Akan tetapi, sudahkah terpikirkan bahwa upacara-upacara tersebut dapat kita pakai menjadi sebuah alat untuk menyampaikan pesan atau makna Injil?
Alangkah baiknya ritus seperti ini diberi tempat di dalam liturgi. Misalnya, pada Ibadah Pentakosta dan Perayaan Panen, dalam rumpun liturgi persembahan, umat tidak hanya mempersembahkan roti, anggur dan uang, namun umat bersama-sama meletakkan hasil-hasil panen mereka ke meja perjamuan untuk dipersembahkan dan diberkati. Hal ini dapat dipakai oleh Gereja agar semakin menghayati perjamuan sosial sebagai sarana untuk mempererat kekerabatan dan persaudaraan antar manusia, mempererat hubungan mereka dengan Ilahi, dan mewartakan kuasa Ilahi di dalam dunia.



Referensi
Chupungco, Anscar J. Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis. Minnesota: The Liturgical Press, 1992.
Eswell, Walter A. Baker Encyclopedia of the Bible Vol. I. Grand Rapids: Baker Book House, 1989.
Ingkiriwang-Kalangie, dkk. Upacara Tradisional Yang Berkaitan Dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Sulawesi Utara. Sulawesi Utara: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Proyesk Inventarisasi dan Dokumentasi Kebuadayaan Daerah), 1985.
Mailoa, Williams Bill. Jurnal Teologi Proklamasi, dalam artikel: Ibadah Yang Menggembalakan. Jakarta: Unit Publikasi & Informasi, 2008.
Sianturi, Ramli. Kamu Harus Memberi Mereka Makan (tesis), Jakarta: 2006.

Sumber lain:
Artikel Kebudayaan Minahasa yang diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/22740881/KEBUDAYAAN-MINAHASA
Williams, China dan George Dunford. Southeast Asia on a Shoestring. Lonely Planet.
Wawancara dengan Sdri. Merlin Brenda Lumintang, pada Senin, 28 Febuari 2011.

Rabu, 09 Maret 2011

RITUS BAPTISAN

Nama : Bontor Egla, Covan, Hesekiel, Maureen, Togu
Semester: VI (enam)
Mata Kuliah: Ritus Kehidupan



Pendahuluan
Ritus terjalin dalam seluruh kehidupan yang kita jalani. Setiap hal yang kita lakukan dalam dunia ini pasti mengandung makna dan nilai tertentu. Demikian pula istilah yang kita kenal dengan nama “inisiasi”, yang secara tak disadari pun turut terserap dalam tradisi kekristenan. Istilah ini berasal dari bahasa Latin ini-ire dan initiatio yang berarti masuk ke dalam atau pemasukan ke dalam, yang merupakan suatu gejala sosio-antropologis yang tersebar luas dalam masyarakat.
Hampir semua kelompok sosial mengembangkan dan memiliki suatu upacara (baik profan atau sipil dan religius keagamaan), untuk secara resmi memasukkan orang yang dianggap “orang luar” menjadi anggota kelompok sosial tertentu. Demikian pula ritus baptisan dan pemberian nama yang akan kelompok bahas dalam kesempatan kali ini. Kelompok melihat adanya suatu keterkaitan erat antara kedua persolan di atas. Untuk itu, kita akan terlebih dahulu melihat secara historis dan normatif bagaimana perkembangan ritus baptisan dan pemberian nama, dalam hubungannya dengan ritus penerimaan dalam masyarakat tertentu, sehingga kita dapat mengenal lebih dalam tentang salah satu ritus ini.

Sejarah Inisiasi Kristen Baptisan
Tidak dapat kita pungkiri, apa yang kita jalani sekarang bersumber dari tradisi-tradisi lama yang sudah berlangsung jauh sebelum kekristenan mucul. Salah satu tradisi yang akrab di telinga kita adalah paganisme. Disadari atau tidak, ritual panteistik yang dipraktekkan oleh semua agama monoistik sebagian besar bersumber dari tradisi mereka. Bahkan tradisi baptis yang kita lakukan saat ini, sudah ada lebih dahulu sebelum Yesus lahir ke dunia. Dalam tradisi pagan, baptis (tentunya dengan nama berbeda) adalah sebuah upacara yang dilakukan untuk menyatukan anak dengan air suci sebagai simbol awal kehidupan yang baru, seperti halnya air hujan yang membasahi bumi.
Lama sebelum gereja-gereja lahir, di negara-negara Timur Tengah dan sekitar Laut Tengah, dikenal upacara keagamaan yang menggunakan air sebagai upacara penyucian. Babilonia, Mesir, Persia, India, dan kelak apa yang dikenal sebagai dunia Hellenistik (berkebudayaan Yunani) mempunyai upacara pembaptisan. Beberapa sungai menjadi terkenal karenanya, bahkan sampai sekarang antara lain sungai Efrat, Nil dan Gangga.
Selain itu, ada upacara pembasuhan agamawi yang juga mengenal praktek pembaptisan, yang disebut Agama Misteri (misalnya Mithras). Kultus Mithras berasal dari Persia (Iran) dan India. Mithras adalah Dewa Matahari yang banyak dipuja oleh militer. Dalam penerimaan anggotanya, mereka harus dibaptis dan dikuduskan dengan madu. Mithraisme sampai ke Roma pada tahun 67 sebelum Kristus.
Pada zaman Patristik, upacara tersebut diserap dan berkembang menjadi sebuah ritus inisiasi Kristen yang matang. Perkembangan yang dimaksud adalah penumpangan tangan dan pengolesan dengan minyak suci dan menyusul baptisan yang dilayani oleh uskup. Tidak sampai di situ saja, zaman-zaman berikutnya kembali meneruskan tradisi inisiasi ini. Bahkan pada zaman reformasi ritus inisiasi dipandang oleh Luther sebagai karya Allah dan Kristus. Walaupun diselenggarkan oleh gereja, baptisan bukan milik gereja, tetapi milik Kristus.
Inisiasi merupakan suatu upacara atau biasa disebut sebagai sakramen. Upacara-upacara tersebut merupakan upacara simbolik yang menyertai pemasukan orang ke dalam kelompok orang yang bersatu dalam kepercayaannya kepada Yesus Kristus. Hal ini dimaknai sebagai pernyataan definitif Allah yang menyatakan diri dalam Kristus sebagai Juruselamat umat manusia.
Dalam tradisi-tradisi lainnya, kita juga dapat menjumpai apa yang serupa dengan ritus baptisan ini. Sampai sekarang di Thailand dikenal salah satu upacara “mandi”. Pada hari raya tertentu, banyak orang yang ikut mengambil bagian dalam upacara penyucian ini dengan saling menyiramkan air satu sama lain. Walaupun demikian, praktek ini telah agak bergeser maknanya. Upacara saling siram air tadi telah menjadi semacam atraksi turis dan diwarnai dengan senda gurau.
Kita juga dapat melihat praktek-praktek yang masih berlaku dalam kehidupan suku Jawa. Di Solo dan Jogjakarta masih berlaku upacaram”memandikan” pengantin. Juga di daerah yang sama, termasuk beberapa pusat ziarah umat Islam seperti Kudus, Kadilangu, dan Demak masih memberlakukan “pemandian” beberapa peninggalan (pusaka) bahkan menurunkan dan mencuci “kelambu”.
Apapun latar belakang agama dan kepercayaan yang memberlakukan praktek “baptis”, maka yang terkandung dari upacara-upacara tadi adalah memandikan atau membasuh dan membersihkan dosa.

Pengertian Baptisan dan Ritusnya
Baptisan berasal dari kata βάπτίζω, yang berarti membenamkan diri, mencelupkan diri ke dalam air (seluruhnya atau sebagian), membasuh dengan air, wudu dan mencuci. Air yang digunakan dalam inisiasi baptisan merupakan pengaruh warisan dari masyarakat umum ketika gereja mula-mula berdiri. Air yang digunakan berfungsi sebagai alat pembersih yang bersifat alami, simbol kehidupan dan kesuburan (Yes. 41:17).
Baptisan yang menggunakan air menyimbolkan pembersihan dari kenajisan, yakni dosa. Setelah seseorang mengalami pembersihan dari dosa, maka kemudian ada kehidupan atau yang dipahami sebagai keselamatan. Kehidupan tersebut merupakan karya dari Roh Kudus. Dengan memperoleh pengampunan dosa, mendapat curahan Roh Kudus, dikuduskan dan sebagainya, seseorang masuk melalui ritus inisiasi baptisan.
Berbicara mengenai baptisan, kita tidak akan bisa lepas dari simbolnya. Air merupakan aspek atau simbol yang paling penting dalam baptisan. Air memberikan hidup dalam kehidupan manusia. Air berfungsi untuk membersihkan. Di dalam beberapa agama, air digunakan untuk membersihkan diri dari dosa, sama dengan arti membersihkan secara fisik.
Dalam kehidupan sehari-hari air juga berguna untuk memberi kesegaran dan kehidupan bagi segala makhluk. Air juga menjadi tanda pembebasan (berkaitan dengan kisah pembebasan bangsa Israel keluar dari perbudakkan di Mesir). Gereja menggunakan air sebagai lambang kehidupan baru dan pembebasan dari dosa, yang kita alami dalam ritus pembaptisan.

Prosedur Sebelum Baptisan Kudus Anak
Pertama-tama, orangtua/wali mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat. Selanjutnya, Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi dengan orangtua/wali, guna membekali mereka untuk mendidik anaknya dalam iman Kristiani dan mendorong anaknya untuk mengaku percaya/sidi. Setelah percakapan, Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon baptisan serta orangtua/walinya dalam warta jemaat selama 3 (tiga) hari Minggu berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada anggota jemaat untuk ikut mendoakan, mempertimbangkannya, serta mengajukkan keberatan. Jika selama 3 (tiga) hari Minggu berturut-turut tidak ada anggota jemaat yang keberatan, maka Majelis Jemaat melaksanakan baptisan kudus anak dalam Kebaktian Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
Baptisan Kudus Anak
Dalam Baptisan Kudus Anak, terdapat pernyataan iman. Di mana, dalam bagian ini orangtua/wali diberikan tanya-jawab untuk mengingat baptisan mereka dan menyatakan iman mereka kepada anak mereka.
Setelah itu masuk dalam proses Pelayanan Baptisan. Dalam bagian ini, nama anak yang hendak dibaptis dipanggil oleh pendeta, sehingga orangtua/wali membawa anaknya maju ke depan. Kemudian, si anak dibaptis dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Setelah itu, anak-anak di berkati.
Setelah pelayanan baptisan, ada pesan bagi orangtua/wali, yaitu untuk membantu, mendidik mereka agar mereka bertumbuh dalam iman, mengerti makna perjanjian Allah serta Firman-Nya, dan pada waktunya mengaku iman percayanya sendiri sepenuh hati.
Setelah itu pesan diberikan bagi jemaat, untuk menerima anak-anak yang telah dibaptis sebagai anggota persekutuan tubuh Kristus dan pewaris Kerajaan Allah dengan penuh kasih sayang, serta mendukung mereka dan orangtua/wali mereka dalam pendidikan iman mereka.
Setelah Baptisan
Setelah baptisan, orangtua/wali mengambil peran penting dalam kehidupan anak-anak yang dibaptis. Hal itu dikarenakan tugas mereka untuk menjaga iman para anak-anak yang sudah dibaptis, membimbing dan mengenalkan mereka pada Kristus dengan mengikutsertakan mereka untuk berdoa, bersekolah minggu, bergereja, serta melakukan ibadah keluarga di rumah. Hal ini menolong pertumbuhan iman anak-anak, sehingga mereka tidak kehilangan identitasnya sebagai anak-anak Allah.

Sumbangan dan Refleksi Kelompok
Dari pemaparan tersebut, kita semua dapat mengetahui bahwa tradisi baptisan telah ada sebelum ke-Kristenan dalam budaya masyarakat yang hidup sebelumya. Sadar ataupun tidak, kita menyerap ritus baptisan yang mereka lakukan. Bahkan, tidak hanya itu saja banyak di antara ritus-ritus lain yang kita lakukan berasal dari kebudayaan tersebut. Hingga saat inipun banyak dari tradisi itu yang masih bertahan dan memiliki makna yang hampir sama dengan tradisi kekristenan saat ini. Namun demikian, harus diakui bahwa makna dari ritus tersebut sudah mulai bergeser karena perkembangan jaman yang ada.
Selain itu, kita dapat mengetahui bahwa ritus bukan hanya pada saat suatu perayaan berlangsung akan tetapi berkelanjutan hingga perayaan selesai, bahkan sebelum perayaan tersebut. Begitu juga halnya dengan baptisan seperti yang telah dibahas ada banyak kegiatan yang dilakukan sebelum dan sesudah baptisan berlangsung. Akan tetapi, banyak gereja yang hanya melakukan sekali pertemuan untuk membicarakan makna baptisan, bahkan mungkin ada gereja yang tidak mengadakan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut. Padahal perlu ditekankan bagi orangtua dan wali bagaimana menjadi orangtua Kristen yang dapat mendidik anaknya sebagai wujud komitmen orangtua membawa anaknya kepada Kristus dan jemaat. Oleh karena itu, banyak akhirnya orangtua tidak dapat memperkenalkan hidup kekristenan hingga anaknya dewasa.
Gereja juga jangan hanya memperhatikan administrasi gereja dari surat-surat baptisan tersebut. Akan tetapi, gereja juga harus mengadakan penggembalaan yang berisi materi agar orangtua serta jemaat mengetahui makna sebenarnya dari baptisan sehingga dapat mengarahkan “anggota baru” dalam komunitas tersebut. Selain itu, gereja harus mengambil bagian dalam perkembangan kehidupan beriman anak serta orangtua dalam keluarga, gereja dan bermasyarakat. Hal ini juga dapat diterapkan oleh kita sebagai mahasiswa teologi yang nantinya akan melayani di jemaat.

Daftar Pustaka
Groenen, C., Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Hukh, Gabe, Liturgi yang Anggun dan Menawan: Pedoman Menyiapkan dan Melaksanakan Liturgi, Jogjakarta: Kanisius, 2001.
Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane: The Nature of Religion. New York: Harper and Row Publisher, 1957.
Christano, Charles. Baptis. Semarang: Komisi Literaratur Sinode GKMI, 1983.
Rachman, Rasid. Artikel Baptisan (dan Peneguhan Sidi) dan Perjamuan Kudus: Sebuah Tinjauan Sosio-Teologis Bagaimana Anak (tidak) ikut serta di dalamnya dalam buku Bergumul dari Warisan Tradisi. Jakarta: KPT GKI SW Jabar, 2009.
Martos, Joseph. Doors To The Sacrred. United Stated: DOUBLEDAY, 1982.
Windhu, Marsana. Mengenal 30 Lambang / Simbol Kristiani. Jogjakarta: Kanisius, 1997.
Sumber Internet
http://old.nabble.com/Agenda-Esoteris-(2):-Ritual-Paganisme-dalam-Ritus-Agama-Langit-td23808506.html

Sabtu, 26 Februari 2011

ENGRADE

Mahasiswa2 Ritus Kehidupan dan Liturgika 2 sudah dapat melihat engrade. Terimakasih

Rabu, 19 Januari 2011

RITUS DAN LITURGI

MAKNANYA DALAM HIDUP BERIMAN

Oleh: Rasid Rachman


Liturgi yang dibangun dengan banyak faktor ritual di dalamnya dewasa ini tidak dipahami berdiri sendiri. Sejak dikembangkannya ilmu liturgi pada abad ke-17, dan mencapai kejayaannya pada setelah PD 2 abad ke-20, perayaan liturgi melibatan aspek-aspek lain, semisal: peran umat, makna ritus, apakah ritus mendidik, estetika, dsb. Perkuliahan ritus kehidupan ini akan menyoroti beberapa proses, antara lain: norma, budaya, pendidikan, psikologi, dan refleki teologis. Segala aspek ini dilihat dalam kaitannya dengan pemaknaan ritual sebagaimana diungkapkan melalui liturgi. Namun sebelum melihat semua itu, sebaiknya kita melihat dulu paparan tentang ritus.

Ritus
Ritus adalah tindakan sakral manusia (= umat), baik personal maupun komunal, dalam berhubungan – demikian dalam keyakinan pelaku ritual – dengan Yang Ilahi. Ritus merupakan fenomena religius universal umat manusia sejak dahulu kala. Dari banyak kriteria, kita dapat menggunakan 4 kriteria berikut ini untuk memahami ritus, yaitu:

Simbolisme, di mana perangkat dan tata gerak manusia menyimbolkan aktivitas dengan Yang Ilahi, baik historis maupun maknawi. Air dalam ritus baptisan menyimbolkan air Teberau dan kematian-kehidupan baru. Darah adalah simbol yang cukup banyak digunakan sepanjang sejarah umat manusia. Prosesi (simbol universal sebagai migrasi makhluk hidup) menyimbolkan perarakan umat Israel menuju tanah perjanjian.
Konsekrasi, di mana benda atau materi natural menghantar umat kepada sisi supranatural, kepada makna, pesan, dan gambaran di balik benda-benda. Perjamuan (yang) kudus itu menjadi gambaran perjamuan sorgawi kelak. Patung salib membawa umat kepada peristiwa salib Kristus dua ribu tahun lalu. Salib sendiri (atau tiang) telah dikenal dan digunakan oleh manusia sejak lama sebagai ”penghubung” bumi dan langit. (Di Jawa ada paku-buwono).
Repetisi, di mana peristiwa historis (semula, awal) diulangi dan dihadirkan kembali saat ini. Pengulangan tersebut meliputi pengulangan waktu, tata cara, tempat, pemeran, dsb. Pemuliaan salib pada Jumat Agung merupakan pemaknaan peristiwa salib oleh Penginjil Yohanes akhir abad pertama yang digambarkan oleh gereja abad ke-7 dan sejak itu selalu diulangi oleh gereja-gereja pada setiap Jumat Agung hingga masa kini.
Pengenangan, di mana peristiwa yang dikenangkan (anamnesis) itu – setelah diulangi secara khusus menurut makna simbolisnya – kemudian dibagikan, sehingga orang yang mendengar terlibat secara aktif masuk dan menjadi bagian dari peristiwa yang dikenangkan tersebut.

Dalam prakteknya, ritus di masyarakat dapat berarti lebih luas daripada perayaan liturgi. Liturgi penikahan adalah segala kegiatan peribadahan yang berlangsung di gereja selama sekitar 1 jam. Namun ritus pernikahan di masyarakat dapat berlangsung beberapa hari yang berlangsung sebelum dan setelah liturgi pernikahan dilaksanakan – ia adalah sebuah prosesi ritual. Liturgi pembaptisan berlangsung beberapa menit di tempat ibadah dan di hadapan Pendeta atau Imam, namun ritus pemberian nama dan keterhisapan seseorang ke dalam komunitasnya menurut budaya-budaya tertentu dapat berlangsung selama 1-2 hari. Penyunatan hanya berlangsung beberapa menit, tetapi ritualnya berlangsung 1-2 hari. Dengan demikian kiranya menjadi jelas dengan apa yang dimaksud dengan ritus, bahwa ia tidak sebatas pada satu-dua unsur.

Norma
Manusia adalah (salah satu dari sangat sedikit) makhluk ritual di dunia ini. Ada ritus2 yang menjadi pakem telah diturunalihkan satu generasi ke generasi berikutnya. Pesta2 olahraga dimulai dari ritus pengambil api yang sumber api. Setelah diprosesikan selama beberapa hari, beberapa pekan, atau bahkan beberapa bulan, api tersebut dinyalakan di stadion utama. Ritual tersebut berjalan sedemikian rupa, sehingga sekalipun ia tidak langsung berhubungan dengan pertandingan2 dan perlombaan2 dalam pesta olah raga kelak, ritual tersebut memberikan pesan bahwa semangat membara laksana api yang menguap ke atas, kebersamaan rakyat dalam meneruskan api, dan terutama pesta demi keagungan Dewa Matahari tersebut menjadi nilai, motivasi, dan moto para atlet. Maka pertandingan dan perlombaan tidak lagi bertujuan pada dirinya sendiri, melainkan menanamkan nilai-nilai kebudayaan, sportivitas, kebanggaan dan harga diri, perjuangan, kerja keras, buah, dsb.
Ritus adalah sebuah prosesi atau sebuah drama dengan aturan atau norma-norma yang dianggap ukuran bagi “resmi atau tidaknya” sebuah ritus dilangsungkan. Norma adalah ketentuan atau aturan yang dipegangi atau diberlakukan dan kemudian menjadi pedoman umum untuk suatu hal. Dalam hal ritus, norma dipahami sebagai jalannya atau alur yang diberlakukan umumnya sebuah ritual. Norma tidak berarti mengikat, namun norma memberikan gambaran atau pedoman akan hal-hal global (misal: sejarah) dan detail (misal: unsur-unsur) dari sebuah ritus.
Pembahasan selanjutnya dari norma sebuah ritus menyangkut pada sejarah pembentukannya. Studi terhadap sejarah memberikan informasi atau membantu masyarakat memperoleh informasi dan interpretasi atas unsur-unsur dan cara pelaksanaannya. Itulah sebab, para Reformator gereja abad ke-16 dan ilmu liturgi abad ke-17 memberikan perhatian besar terhadap sejarah peribadahan sebagaimana dipraktekkan dan dipahami oleh gereja awal.
Sejarah pula yang akan membantu masyarakat untuk melihat kemungkinan-kemungkinan akan perkembangan sebuah ritus dalam bentuk modern atau kontekstual.
Setiap ritus memiliki unsur-unsur tetap atau norma. Norma dapat berupa tindakan, kata-kata, tata gerak, tempat, tata ruang, dsb. Mahasiswa mampu menampilkan norma (unsur atau unsur-unsur pokok) dari sebuah ritus: misalnya tiup lilin pada perayaan ulang tahun, dan kemudian mampu memaparkan arti dan pesan sebagaimana ditampilkan oleh unsur-unsur normatif tersebut.
Setelah itu, mahasiswa pun diharapkan memberikan satu-dua saran sebagai unsur baru bagi sebuah ritus. Unsur baru tersebut diharapkan merupakan bakal sumbangsih atau kontribusi dalam khazanah ritus yang telah ada.
Sekalipun norma (= detail, rinci) mendapat penekanan, namun kerangka ritual (= global, menyeluruh) tetap menjadi konteks dalam perkuliahan ini.

Budaya
Liturgi adalah “bejana terbuka” yang menyimpan unsur-unsur lama. Unsur-unsur lama tersebut dikemas sebagai budaya dan simbol dan kemudian menjadi tradisi. Adalah tidak mungkin berliturgi tanpa memberikan tempat atau hanya sedikit memberikan tempat pada tradisi. Tradisi dirayakan dalam liturgi. Dari tradisi itulah kita mengenal dan bergaul dengan budaya.
Peristiwa masa lalu diulang-ulangi dan kemudian menimbulkan makna baru serta memberikan pesan yang relevan, sehingga peristiwa masa lalu itu hadir kembali dan selalu hidup. Ia dekat dengan penerus tradisi budaya masa-masa setelahnya. Dalam liturgi masa lalu menjadi dekat dan hadir di masa kini; demikian pula dengan ritus atau ritual. Kehadirannya memberikan pesan bagi masa depan.

Pendidikan
Mengingat dan mempertimbangkan “desakan positif” dari pembangunan jemaat, aspek pendidikan dalam liturgi menjadi bagian yang cukup penting untuk mendapatkan perhatian dalam studi dan pelaksaan liturgi. Gerakan liturgis modern telah dan selalu menekankan hal ini. Muara dari perayaan-perayaan ibadah adalah bukan hanya pada indahnya ritus-ritus dilangsungkan atau ritualisme semata, tetapi juga pada seberapa besar dan melalui ritus-ritus tersebut menjadi pembelajaran bagi umat. Barometer suatu liturgi yang baik adalah cerdas tidaknya umat yang beribadah sebagai hasil dari liturgi-pembelajaran. Liturgi seharusnya mencerdaskan umat dan mendewasakan gereja.
Liturgi bukan tontonan semata karena keindahannya, tetapi sebuah pembelajaran. Keterlibatan masyarakat atau umat secara aktif telah diutamakan dalam ritus-ritus sejak dahulu kala.

Refleksi teologis
Secara konvensional, teologi menyangkut ilmu Alkitab dan sejarah gereja. Dalam perkuliahan ini, penghayatan teologis dilihat dalam kaitannya dengan kultur, yakni bagaimana masyarakat melihat dan memberikan nilai baru terhadap kultur dalam kesejajaran dengan disiplin teologi.
Selanjutnya mahasiswa menilai apakah sebuah usul baru untuk perayaan dapat menjadi sebuah ritus karena mengandung potensi pengulangan yang menerap. Ritus tanpa pengulangan akan hanya menjadi pesta sesaat. Ia tidak memberikan dampak pertumbuhan, apalagi sebagai embrio bagi sebuah budaya.
Refleksi teologis juga membawa kita pada pertimbangan-pertimbangan aspek-aspek pendidikan: seberapa dalam liturgi membawa perubahan sikap umat, atau apakah liturgi tersebut mencerdaskan umat.
Dengan demikian, sebuah ritus memiliki unsur-unsur normatif, memberikan pesan melalui maknanya yang dikandungnya, dan selalu dilakukan berulang-ulang. ©

Januari, 2011

SILABUS RITUS KEHIDUPAN (2011)

(2 SKS – semester 6)

Deskripsi: mata kuliah ini menggumuli tentang ritus-ritus penting dalam hidup manusia.

Tujuan: memperkenalkan mahasiswa dengan tahap-tahap umur dan peranan sosial manusia. Di sini dibahas cara-cara untuk berkumpul, berdoa bersama, mengadakan peringatan dan perayaan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup manusia, seperti ketika seseorang masih berada dalam kandungan, kelahiran, pendewasaan, pernikahan, berbagai macam syukuran (misalnya pekerjaan, lingkungan hidup, rumah baru, ulang tahun, dsb) dan kematian. Dalam hal ini akan ditekankan usaha kontekstualisasi yang harus dilakukan oleh gereja sesuai dengan adat masyarakat setempat.

Tatap muka 1
- Perkenalan isi dan sistem perkuliahan
- Peraturan dan kesepakatan perkuliahan
- Pembagian kelompok presentasi

Tatap muka 2
- Yang dimaksud dengan liturgi dan ritus
- Bagaimana memahami makna ritus-ritus?
- Peristiwa-peristiwa kritis kehidupan dan ritualnya

Tatap muka 3: Kelompok “Baptisan dan pemberian nama”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.
Tahan Camba, Inisiasi, (tesis MTh STT Jakarta), 2008.

Tatap muka 4: Kelompok “Peneguhan sidi dan akil balig”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Mircea Eliade, Rites and Symbols of Initiation, 1994.

Tatap muka 5: Kelompok “Perjamuan kudus”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
Ester A. Sutanto, Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, 2005.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.

Tatap muka 6: Kelompok “Perjamuan sosial (mis.: malam 17-an Agustus) dan ikatan kerabatan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 1992.
William Bill Mailoa, Ibadah Yang Menggembalakan, (skripsi) STT Jakarta 2003.

Tatap muka 7: Kelompok “Dewasa awal dan pilihan jalan hidup”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Robert E. Grinder, Adolescence, 1973.
Shelton Charles M., Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Kanisius 1987.
________________, Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung jawab Kristiani, Kanisius 1988.

Tatap muka 8: Kelompok “Perkawinan gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 1993.
Kenneth Stevenson, Nuptial Blessing: a Study of Christian Marriage Rites, 1983.

Tatap muka 9: Kelompok “doa rutin komunal” (ibadah harian)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Cheslyn Jones, dkk (Editor), The Study of Liturgy, 1978
Rasid Rachman, Ibadah Harian Zaman Patristik, 2000
Robert Taft, The Liturgy of the Hours in East and West, 1986

Tatap muka 10: Kelompok ”Penahbisan pelayan dan pejabat gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelematan Allah Sejarah, Wujud, Struktur, 1989.
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.

Tatap muka 11: Kelompok “Berhari raya (semisal ulang tahun perkawinan) bersama keluarga”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.C.J. Metford, The Christian Year: an Indispensable Companion to the Holy days, Festivals, and Seasons of the Ecclesiastical Year, 1991.
Rasid Rachman, Hari raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral, 2003.

Tatap muka 12: Kelompok “Pelayanan dan sikap terhadap sakit dan penderitaan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Benyamin Lumenta, Penyakit: Citra, Alam, dan Budaya, 1989.

Tatap muka 13: Kelompok “Pensiun dan memasuki masa lanjut” atau “Tetap melayani di masa lanjut” (pilih salah satu)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.

Tatap muka 14: Kelompok “Persiapan diri menjelang ajal dan kematian”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.


Referensi umum
Boli Bernadus Ujan, Ritus Kehidupan, 2004.
Given Kennedy Niville & John H. Westerhoff III, Learning through Liturgy, 1978.
Gordon H. Bowe & Ernest R. Hilgard, Theories of Learning, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Richard Niebur, Christ and Culture
T.A. Kenner, Symbols and Their Hidden Meanings: The Mysterious Significance and Forgotten Origins of Signs and Symbols in the Modern World, 2006.
Mircea Eliade, Images and Symbols, 1991.

Kamis, 13 Januari 2011

SILABUS LITURGIKA II (2011)

2 SKS

Matakuliah ini merupakan kelanjutan Liturgi I. Pengkhususannya adalah pada teologi liturgi hari raya (tahun liturgi) dan bentuk-bentuk ibadah sakramen dan istimewa. Ibadah Natal, Paska, Ibadah Perkawinan, dsb. menjadi sebagian isi dari kuliah ini. Mahasiswa juga belajar menyusun dan merencanakan ibadah sesuai bentuk dan teologi masing-masing hari raya.

Tatap muka 1
- Uraian umum tentang isi dan tujuan kuliah ini.
- Perkenalan sistem dan metode perkuliahan, cara penilaian, tes tengah semester dan akhir semester, dll.
- Bagi kelompok-kolompok kerja

Tatap muka 2
Simbol dan tanda. Guna, bentuk, dan penggunaannya dalam liturgi.

Tatap muka 3
Hari raya umat Yahudi, baik yang mempengaruhi maupun tidak mempengaruhi ibadah gereja.

Tatap muka 4
- Pengulangan singkat (review) kalender gereja dan hari raya liturgi.
- Penjelasan singkat tentang Liturgi Lima

*) Mahasiswa menyiapkan perlengkapan: Liturgi Lima

Tatap muka 5
Membuat rencana perayaan liturgi lengkap menurut leksionari dan menyusun nyanyian-nyanyian.

*) Mahasiswa menyiapkan perlengkapan:
a. Leksionari atau daftar bacaan Alkitab
b. Indeks ayat Alkitan (dalam buku nyanyian ”Mazmur dan Kidung Jemaat”)
c. Buku-buku nyanyian

Tatap muka 6
Presentasi kelompok hari Minggu Biasa dan perjamuan kudus 2011

Tatap muka 7
Presentasi Rabu Abu 2011

Tatap muka 8
Presentasi kelompok Kamis Putih 2011

Tatap muka 9
Presentasi kelompok Jumat Agung 2011

Tatap muka 10
Presentasi kelompok Paska dan baptisan 2011

Tatap muka 11
Presentasi kelompok Pentakosta dan perjamuan kudus 2011

Tatap muka 12
Presentasi kelompok Natal Siang 25 Desember 2011

Tatap muka 13
Presentasi kelompok Minggu Epifania, Januari 2012

Tatap muka 14
Preentasi kelompok ibadah harian (malam)

Tatap muka 15
Akhir semester: paper pribadi


Buku-buku
Adolf Adam, The Liturgical Year.
Bosco da Cunha, Merayakan Karya Penyelamatan, Kanisius.
Hoyt L. Hickman (dkk.), The New Handbook of the Christian Year, Abingdon.
Laurence Hull Stookey, Calender: Christ’s Time for the Churh, Abingdon.
Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi, BPK Gunung Mulia.

Catatan
1. Kerangka presentasi laporan (kelompok): uraian historis, makna teologis liturgi tersebut, dan rencana perayaan ibadah dalam bentuk tata ibadah lengkap.
2. Isi paper akhir (personal) adalah pendalaman terhadap salah satu topik dalam teologi liturgi hari raya atau istimewa, sesuai dengan topik yang pernah dibahas dalam kelompok.
3. Pengumuman dapat dilihat di engrade atau rasidrachman-kuliahliturgi.blogspot.com

Rabu, 12 Januari 2011

SILABUS RITUS KEHIDUPAN (2011)

*) Silabus ini telah siap digunakan. Silakan mahasiswa mengkopinya.

(2 SKS – semester 6)

Deskripsi: mata kuliah ini menggumuli tentang ritus-ritus penting dalam hidup manusia.

Tujuan: memperkenalkan mahasiswa dengan tahap-tahap umur dan peranan sosial manusia. Di sini dibahas cara-cara untuk berkumpul, berdoa bersama, mengadakan peringatan dan perayaan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup manusia, seperti ketika seseorang masih berada dalam kandungan, kelahiran, pendewasaan, pernikahan, berbagai macam syukuran (misalnya pekerjaan, lingkungan hidup, rumah baru, ulang tahun, dsb) dan kematian. Dalam hal ini akan ditekankan usaha kontekstualisasi yang harus dilakukan oleh gereja sesuai dengan adat masyarakat setempat.

Tatap muka 1
- Perkenalan isi dan sistem perkuliahan
- Peraturan dan kesepakatan perkuliahan
- Pembagian kelompok presentasi

Tatap muka 2
- Yang dimaksud dengan liturgi dan ritus
- Bagaimana memahami makna ritus-ritus?
- Peristiwa-peristiwa kritis kehidupan dan ritualnya

Tatap muka 3: Kelompok “Baptisan dan pemberian nama”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.
Tahan Camba, Inisiasi, (tesis MTh STT Jakarta), 2008.

Tatap muka 4: Kelompok “Peneguhan sidi dan akil balig”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Mircea Eliade, Rites and Symbols of Initiation, 1994.

Tatap muka 5: Kelompok “Perjamuan kudus”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
Ester A. Sutanto, Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, 2005.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.

Tatap muka 6: Kelompok “Perjamuan sosial (mis.: malam 17-an Agustus) dan ikatan kerabatan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 1992.
William Bill Mailoa, Ibadah Yang Menggembalakan, (skripsi) STT Jakarta 2003.

Tatap muka 7: Kelompok “Dewasa awal dan pilihan jalan hidup”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Robert E. Grinder, Adolescence, 1973.
Shelton Charles M., Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Kanisius 1987.
________________, Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung jawab Kristiani, Kanisius 1988.

Tatap muka 8: Kelompok “Perkawinan gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 1993.
Kenneth Stevenson, Nuptial Blessing: a Study of Christian Marriage Rites, 1983.

Tatap muka 9: Kelompok “doa rutin komunal” (ibadah harian)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Cheslyn Jones, dkk (Editor), The Study of Liturgy, 1978
Rasid Rachman, Ibadah Harian Zaman Patristik, 2000
Robert Taft, The Liturgy of the Hours in East and West, 1986

Tatap muka 10: Kelompok ”Penahbisan pelayan dan pejabat gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelematan Allah Sejarah, Wujud, Struktur, 1989.
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.

Tatap muka 11: Kelompok “Berhari raya (semisal ulang tahun perkawinan) bersama keluarga”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.C.J. Metford, The Christian Year: an Indispensable Companion to the Holy days, Festivals, and Seasons of the Ecclesiastical Year, 1991.
Rasid Rachman, Hari raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral, 2003.

Tatap muka 12: Kelompok “Pelayanan dan sikap terhadap sakit dan penderitaan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Benyamin Lumenta, Penyakit: Citra, Alam, dan Budaya, 1989.

Tatap muka 13: Kelompok “Pensiun dan memasuki masa lanjut” atau “Tetap melayani di masa lanjut” (pilih salah satu)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.

Tatap muka 14: Kelompok “Persiapan diri menjelang ajal dan kematian”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.


Referensi umum
Boli Bernadus Ujan, Ritus Kehidupan, 2004.
Given Kennedy Niville & John H. Westerhoff III, Learning through Liturgy, 1978.
Gordon H. Bowe & Ernest R. Hilgard, Theories of Learning, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Richard Niebur, Christ and Culture
T.A. Kenner, Symbols and Their Hidden Meanings: The Mysterious Significance and Forgotten Origins of Signs and Symbols in the Modern World, 2006.
Mircea Eliade, Images and Symbols, 1991.