Rabu, 19 Januari 2011

RITUS DAN LITURGI

MAKNANYA DALAM HIDUP BERIMAN

Oleh: Rasid Rachman


Liturgi yang dibangun dengan banyak faktor ritual di dalamnya dewasa ini tidak dipahami berdiri sendiri. Sejak dikembangkannya ilmu liturgi pada abad ke-17, dan mencapai kejayaannya pada setelah PD 2 abad ke-20, perayaan liturgi melibatan aspek-aspek lain, semisal: peran umat, makna ritus, apakah ritus mendidik, estetika, dsb. Perkuliahan ritus kehidupan ini akan menyoroti beberapa proses, antara lain: norma, budaya, pendidikan, psikologi, dan refleki teologis. Segala aspek ini dilihat dalam kaitannya dengan pemaknaan ritual sebagaimana diungkapkan melalui liturgi. Namun sebelum melihat semua itu, sebaiknya kita melihat dulu paparan tentang ritus.

Ritus
Ritus adalah tindakan sakral manusia (= umat), baik personal maupun komunal, dalam berhubungan – demikian dalam keyakinan pelaku ritual – dengan Yang Ilahi. Ritus merupakan fenomena religius universal umat manusia sejak dahulu kala. Dari banyak kriteria, kita dapat menggunakan 4 kriteria berikut ini untuk memahami ritus, yaitu:

Simbolisme, di mana perangkat dan tata gerak manusia menyimbolkan aktivitas dengan Yang Ilahi, baik historis maupun maknawi. Air dalam ritus baptisan menyimbolkan air Teberau dan kematian-kehidupan baru. Darah adalah simbol yang cukup banyak digunakan sepanjang sejarah umat manusia. Prosesi (simbol universal sebagai migrasi makhluk hidup) menyimbolkan perarakan umat Israel menuju tanah perjanjian.
Konsekrasi, di mana benda atau materi natural menghantar umat kepada sisi supranatural, kepada makna, pesan, dan gambaran di balik benda-benda. Perjamuan (yang) kudus itu menjadi gambaran perjamuan sorgawi kelak. Patung salib membawa umat kepada peristiwa salib Kristus dua ribu tahun lalu. Salib sendiri (atau tiang) telah dikenal dan digunakan oleh manusia sejak lama sebagai ”penghubung” bumi dan langit. (Di Jawa ada paku-buwono).
Repetisi, di mana peristiwa historis (semula, awal) diulangi dan dihadirkan kembali saat ini. Pengulangan tersebut meliputi pengulangan waktu, tata cara, tempat, pemeran, dsb. Pemuliaan salib pada Jumat Agung merupakan pemaknaan peristiwa salib oleh Penginjil Yohanes akhir abad pertama yang digambarkan oleh gereja abad ke-7 dan sejak itu selalu diulangi oleh gereja-gereja pada setiap Jumat Agung hingga masa kini.
Pengenangan, di mana peristiwa yang dikenangkan (anamnesis) itu – setelah diulangi secara khusus menurut makna simbolisnya – kemudian dibagikan, sehingga orang yang mendengar terlibat secara aktif masuk dan menjadi bagian dari peristiwa yang dikenangkan tersebut.

Dalam prakteknya, ritus di masyarakat dapat berarti lebih luas daripada perayaan liturgi. Liturgi penikahan adalah segala kegiatan peribadahan yang berlangsung di gereja selama sekitar 1 jam. Namun ritus pernikahan di masyarakat dapat berlangsung beberapa hari yang berlangsung sebelum dan setelah liturgi pernikahan dilaksanakan – ia adalah sebuah prosesi ritual. Liturgi pembaptisan berlangsung beberapa menit di tempat ibadah dan di hadapan Pendeta atau Imam, namun ritus pemberian nama dan keterhisapan seseorang ke dalam komunitasnya menurut budaya-budaya tertentu dapat berlangsung selama 1-2 hari. Penyunatan hanya berlangsung beberapa menit, tetapi ritualnya berlangsung 1-2 hari. Dengan demikian kiranya menjadi jelas dengan apa yang dimaksud dengan ritus, bahwa ia tidak sebatas pada satu-dua unsur.

Norma
Manusia adalah (salah satu dari sangat sedikit) makhluk ritual di dunia ini. Ada ritus2 yang menjadi pakem telah diturunalihkan satu generasi ke generasi berikutnya. Pesta2 olahraga dimulai dari ritus pengambil api yang sumber api. Setelah diprosesikan selama beberapa hari, beberapa pekan, atau bahkan beberapa bulan, api tersebut dinyalakan di stadion utama. Ritual tersebut berjalan sedemikian rupa, sehingga sekalipun ia tidak langsung berhubungan dengan pertandingan2 dan perlombaan2 dalam pesta olah raga kelak, ritual tersebut memberikan pesan bahwa semangat membara laksana api yang menguap ke atas, kebersamaan rakyat dalam meneruskan api, dan terutama pesta demi keagungan Dewa Matahari tersebut menjadi nilai, motivasi, dan moto para atlet. Maka pertandingan dan perlombaan tidak lagi bertujuan pada dirinya sendiri, melainkan menanamkan nilai-nilai kebudayaan, sportivitas, kebanggaan dan harga diri, perjuangan, kerja keras, buah, dsb.
Ritus adalah sebuah prosesi atau sebuah drama dengan aturan atau norma-norma yang dianggap ukuran bagi “resmi atau tidaknya” sebuah ritus dilangsungkan. Norma adalah ketentuan atau aturan yang dipegangi atau diberlakukan dan kemudian menjadi pedoman umum untuk suatu hal. Dalam hal ritus, norma dipahami sebagai jalannya atau alur yang diberlakukan umumnya sebuah ritual. Norma tidak berarti mengikat, namun norma memberikan gambaran atau pedoman akan hal-hal global (misal: sejarah) dan detail (misal: unsur-unsur) dari sebuah ritus.
Pembahasan selanjutnya dari norma sebuah ritus menyangkut pada sejarah pembentukannya. Studi terhadap sejarah memberikan informasi atau membantu masyarakat memperoleh informasi dan interpretasi atas unsur-unsur dan cara pelaksanaannya. Itulah sebab, para Reformator gereja abad ke-16 dan ilmu liturgi abad ke-17 memberikan perhatian besar terhadap sejarah peribadahan sebagaimana dipraktekkan dan dipahami oleh gereja awal.
Sejarah pula yang akan membantu masyarakat untuk melihat kemungkinan-kemungkinan akan perkembangan sebuah ritus dalam bentuk modern atau kontekstual.
Setiap ritus memiliki unsur-unsur tetap atau norma. Norma dapat berupa tindakan, kata-kata, tata gerak, tempat, tata ruang, dsb. Mahasiswa mampu menampilkan norma (unsur atau unsur-unsur pokok) dari sebuah ritus: misalnya tiup lilin pada perayaan ulang tahun, dan kemudian mampu memaparkan arti dan pesan sebagaimana ditampilkan oleh unsur-unsur normatif tersebut.
Setelah itu, mahasiswa pun diharapkan memberikan satu-dua saran sebagai unsur baru bagi sebuah ritus. Unsur baru tersebut diharapkan merupakan bakal sumbangsih atau kontribusi dalam khazanah ritus yang telah ada.
Sekalipun norma (= detail, rinci) mendapat penekanan, namun kerangka ritual (= global, menyeluruh) tetap menjadi konteks dalam perkuliahan ini.

Budaya
Liturgi adalah “bejana terbuka” yang menyimpan unsur-unsur lama. Unsur-unsur lama tersebut dikemas sebagai budaya dan simbol dan kemudian menjadi tradisi. Adalah tidak mungkin berliturgi tanpa memberikan tempat atau hanya sedikit memberikan tempat pada tradisi. Tradisi dirayakan dalam liturgi. Dari tradisi itulah kita mengenal dan bergaul dengan budaya.
Peristiwa masa lalu diulang-ulangi dan kemudian menimbulkan makna baru serta memberikan pesan yang relevan, sehingga peristiwa masa lalu itu hadir kembali dan selalu hidup. Ia dekat dengan penerus tradisi budaya masa-masa setelahnya. Dalam liturgi masa lalu menjadi dekat dan hadir di masa kini; demikian pula dengan ritus atau ritual. Kehadirannya memberikan pesan bagi masa depan.

Pendidikan
Mengingat dan mempertimbangkan “desakan positif” dari pembangunan jemaat, aspek pendidikan dalam liturgi menjadi bagian yang cukup penting untuk mendapatkan perhatian dalam studi dan pelaksaan liturgi. Gerakan liturgis modern telah dan selalu menekankan hal ini. Muara dari perayaan-perayaan ibadah adalah bukan hanya pada indahnya ritus-ritus dilangsungkan atau ritualisme semata, tetapi juga pada seberapa besar dan melalui ritus-ritus tersebut menjadi pembelajaran bagi umat. Barometer suatu liturgi yang baik adalah cerdas tidaknya umat yang beribadah sebagai hasil dari liturgi-pembelajaran. Liturgi seharusnya mencerdaskan umat dan mendewasakan gereja.
Liturgi bukan tontonan semata karena keindahannya, tetapi sebuah pembelajaran. Keterlibatan masyarakat atau umat secara aktif telah diutamakan dalam ritus-ritus sejak dahulu kala.

Refleksi teologis
Secara konvensional, teologi menyangkut ilmu Alkitab dan sejarah gereja. Dalam perkuliahan ini, penghayatan teologis dilihat dalam kaitannya dengan kultur, yakni bagaimana masyarakat melihat dan memberikan nilai baru terhadap kultur dalam kesejajaran dengan disiplin teologi.
Selanjutnya mahasiswa menilai apakah sebuah usul baru untuk perayaan dapat menjadi sebuah ritus karena mengandung potensi pengulangan yang menerap. Ritus tanpa pengulangan akan hanya menjadi pesta sesaat. Ia tidak memberikan dampak pertumbuhan, apalagi sebagai embrio bagi sebuah budaya.
Refleksi teologis juga membawa kita pada pertimbangan-pertimbangan aspek-aspek pendidikan: seberapa dalam liturgi membawa perubahan sikap umat, atau apakah liturgi tersebut mencerdaskan umat.
Dengan demikian, sebuah ritus memiliki unsur-unsur normatif, memberikan pesan melalui maknanya yang dikandungnya, dan selalu dilakukan berulang-ulang. ©

Januari, 2011

SILABUS RITUS KEHIDUPAN (2011)

(2 SKS – semester 6)

Deskripsi: mata kuliah ini menggumuli tentang ritus-ritus penting dalam hidup manusia.

Tujuan: memperkenalkan mahasiswa dengan tahap-tahap umur dan peranan sosial manusia. Di sini dibahas cara-cara untuk berkumpul, berdoa bersama, mengadakan peringatan dan perayaan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup manusia, seperti ketika seseorang masih berada dalam kandungan, kelahiran, pendewasaan, pernikahan, berbagai macam syukuran (misalnya pekerjaan, lingkungan hidup, rumah baru, ulang tahun, dsb) dan kematian. Dalam hal ini akan ditekankan usaha kontekstualisasi yang harus dilakukan oleh gereja sesuai dengan adat masyarakat setempat.

Tatap muka 1
- Perkenalan isi dan sistem perkuliahan
- Peraturan dan kesepakatan perkuliahan
- Pembagian kelompok presentasi

Tatap muka 2
- Yang dimaksud dengan liturgi dan ritus
- Bagaimana memahami makna ritus-ritus?
- Peristiwa-peristiwa kritis kehidupan dan ritualnya

Tatap muka 3: Kelompok “Baptisan dan pemberian nama”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.
Tahan Camba, Inisiasi, (tesis MTh STT Jakarta), 2008.

Tatap muka 4: Kelompok “Peneguhan sidi dan akil balig”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Mircea Eliade, Rites and Symbols of Initiation, 1994.

Tatap muka 5: Kelompok “Perjamuan kudus”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
Ester A. Sutanto, Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, 2005.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.

Tatap muka 6: Kelompok “Perjamuan sosial (mis.: malam 17-an Agustus) dan ikatan kerabatan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 1992.
William Bill Mailoa, Ibadah Yang Menggembalakan, (skripsi) STT Jakarta 2003.

Tatap muka 7: Kelompok “Dewasa awal dan pilihan jalan hidup”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Robert E. Grinder, Adolescence, 1973.
Shelton Charles M., Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Kanisius 1987.
________________, Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung jawab Kristiani, Kanisius 1988.

Tatap muka 8: Kelompok “Perkawinan gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 1993.
Kenneth Stevenson, Nuptial Blessing: a Study of Christian Marriage Rites, 1983.

Tatap muka 9: Kelompok “doa rutin komunal” (ibadah harian)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Cheslyn Jones, dkk (Editor), The Study of Liturgy, 1978
Rasid Rachman, Ibadah Harian Zaman Patristik, 2000
Robert Taft, The Liturgy of the Hours in East and West, 1986

Tatap muka 10: Kelompok ”Penahbisan pelayan dan pejabat gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelematan Allah Sejarah, Wujud, Struktur, 1989.
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.

Tatap muka 11: Kelompok “Berhari raya (semisal ulang tahun perkawinan) bersama keluarga”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.C.J. Metford, The Christian Year: an Indispensable Companion to the Holy days, Festivals, and Seasons of the Ecclesiastical Year, 1991.
Rasid Rachman, Hari raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral, 2003.

Tatap muka 12: Kelompok “Pelayanan dan sikap terhadap sakit dan penderitaan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Benyamin Lumenta, Penyakit: Citra, Alam, dan Budaya, 1989.

Tatap muka 13: Kelompok “Pensiun dan memasuki masa lanjut” atau “Tetap melayani di masa lanjut” (pilih salah satu)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.

Tatap muka 14: Kelompok “Persiapan diri menjelang ajal dan kematian”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.


Referensi umum
Boli Bernadus Ujan, Ritus Kehidupan, 2004.
Given Kennedy Niville & John H. Westerhoff III, Learning through Liturgy, 1978.
Gordon H. Bowe & Ernest R. Hilgard, Theories of Learning, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Richard Niebur, Christ and Culture
T.A. Kenner, Symbols and Their Hidden Meanings: The Mysterious Significance and Forgotten Origins of Signs and Symbols in the Modern World, 2006.
Mircea Eliade, Images and Symbols, 1991.

Kamis, 13 Januari 2011

SILABUS LITURGIKA II (2011)

2 SKS

Matakuliah ini merupakan kelanjutan Liturgi I. Pengkhususannya adalah pada teologi liturgi hari raya (tahun liturgi) dan bentuk-bentuk ibadah sakramen dan istimewa. Ibadah Natal, Paska, Ibadah Perkawinan, dsb. menjadi sebagian isi dari kuliah ini. Mahasiswa juga belajar menyusun dan merencanakan ibadah sesuai bentuk dan teologi masing-masing hari raya.

Tatap muka 1
- Uraian umum tentang isi dan tujuan kuliah ini.
- Perkenalan sistem dan metode perkuliahan, cara penilaian, tes tengah semester dan akhir semester, dll.
- Bagi kelompok-kolompok kerja

Tatap muka 2
Simbol dan tanda. Guna, bentuk, dan penggunaannya dalam liturgi.

Tatap muka 3
Hari raya umat Yahudi, baik yang mempengaruhi maupun tidak mempengaruhi ibadah gereja.

Tatap muka 4
- Pengulangan singkat (review) kalender gereja dan hari raya liturgi.
- Penjelasan singkat tentang Liturgi Lima

*) Mahasiswa menyiapkan perlengkapan: Liturgi Lima

Tatap muka 5
Membuat rencana perayaan liturgi lengkap menurut leksionari dan menyusun nyanyian-nyanyian.

*) Mahasiswa menyiapkan perlengkapan:
a. Leksionari atau daftar bacaan Alkitab
b. Indeks ayat Alkitan (dalam buku nyanyian ”Mazmur dan Kidung Jemaat”)
c. Buku-buku nyanyian

Tatap muka 6
Presentasi kelompok hari Minggu Biasa dan perjamuan kudus 2011

Tatap muka 7
Presentasi Rabu Abu 2011

Tatap muka 8
Presentasi kelompok Kamis Putih 2011

Tatap muka 9
Presentasi kelompok Jumat Agung 2011

Tatap muka 10
Presentasi kelompok Paska dan baptisan 2011

Tatap muka 11
Presentasi kelompok Pentakosta dan perjamuan kudus 2011

Tatap muka 12
Presentasi kelompok Natal Siang 25 Desember 2011

Tatap muka 13
Presentasi kelompok Minggu Epifania, Januari 2012

Tatap muka 14
Preentasi kelompok ibadah harian (malam)

Tatap muka 15
Akhir semester: paper pribadi


Buku-buku
Adolf Adam, The Liturgical Year.
Bosco da Cunha, Merayakan Karya Penyelamatan, Kanisius.
Hoyt L. Hickman (dkk.), The New Handbook of the Christian Year, Abingdon.
Laurence Hull Stookey, Calender: Christ’s Time for the Churh, Abingdon.
Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi, BPK Gunung Mulia.

Catatan
1. Kerangka presentasi laporan (kelompok): uraian historis, makna teologis liturgi tersebut, dan rencana perayaan ibadah dalam bentuk tata ibadah lengkap.
2. Isi paper akhir (personal) adalah pendalaman terhadap salah satu topik dalam teologi liturgi hari raya atau istimewa, sesuai dengan topik yang pernah dibahas dalam kelompok.
3. Pengumuman dapat dilihat di engrade atau rasidrachman-kuliahliturgi.blogspot.com

Rabu, 12 Januari 2011

SILABUS RITUS KEHIDUPAN (2011)

*) Silabus ini telah siap digunakan. Silakan mahasiswa mengkopinya.

(2 SKS – semester 6)

Deskripsi: mata kuliah ini menggumuli tentang ritus-ritus penting dalam hidup manusia.

Tujuan: memperkenalkan mahasiswa dengan tahap-tahap umur dan peranan sosial manusia. Di sini dibahas cara-cara untuk berkumpul, berdoa bersama, mengadakan peringatan dan perayaan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup manusia, seperti ketika seseorang masih berada dalam kandungan, kelahiran, pendewasaan, pernikahan, berbagai macam syukuran (misalnya pekerjaan, lingkungan hidup, rumah baru, ulang tahun, dsb) dan kematian. Dalam hal ini akan ditekankan usaha kontekstualisasi yang harus dilakukan oleh gereja sesuai dengan adat masyarakat setempat.

Tatap muka 1
- Perkenalan isi dan sistem perkuliahan
- Peraturan dan kesepakatan perkuliahan
- Pembagian kelompok presentasi

Tatap muka 2
- Yang dimaksud dengan liturgi dan ritus
- Bagaimana memahami makna ritus-ritus?
- Peristiwa-peristiwa kritis kehidupan dan ritualnya

Tatap muka 3: Kelompok “Baptisan dan pemberian nama”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.
Tahan Camba, Inisiasi, (tesis MTh STT Jakarta), 2008.

Tatap muka 4: Kelompok “Peneguhan sidi dan akil balig”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Mircea Eliade, Rites and Symbols of Initiation, 1994.

Tatap muka 5: Kelompok “Perjamuan kudus”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.
Ester A. Sutanto, Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, 2005.
C. Groenen, Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Kenan B. Osborne, The Christian Sacraments of Initiation: Baptism, Confirmation, Eucharist, 1987.

Tatap muka 6: Kelompok “Perjamuan sosial (mis.: malam 17-an Agustus) dan ikatan kerabatan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Anscar J. Chupungco, Liturgical Inculturation: Sacramentals, Religiosity, and Catechesis, 1992.
William Bill Mailoa, Ibadah Yang Menggembalakan, (skripsi) STT Jakarta 2003.

Tatap muka 7: Kelompok “Dewasa awal dan pilihan jalan hidup”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Robert E. Grinder, Adolescence, 1973.
Shelton Charles M., Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Kanisius 1987.
________________, Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung jawab Kristiani, Kanisius 1988.

Tatap muka 8: Kelompok “Perkawinan gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis, kultural, dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 1993.
Kenneth Stevenson, Nuptial Blessing: a Study of Christian Marriage Rites, 1983.

Tatap muka 9: Kelompok “doa rutin komunal” (ibadah harian)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Cheslyn Jones, dkk (Editor), The Study of Liturgy, 1978
Rasid Rachman, Ibadah Harian Zaman Patristik, 2000
Robert Taft, The Liturgy of the Hours in East and West, 1986

Tatap muka 10: Kelompok ”Penahbisan pelayan dan pejabat gerejawi”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelematan Allah Sejarah, Wujud, Struktur, 1989.
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
Joseph Martos, Doors to the Sacred, 1943.

Tatap muka 11: Kelompok “Berhari raya (semisal ulang tahun perkawinan) bersama keluarga”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.C.J. Metford, The Christian Year: an Indispensable Companion to the Holy days, Festivals, and Seasons of the Ecclesiastical Year, 1991.
Rasid Rachman, Hari raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral, 2003.

Tatap muka 12: Kelompok “Pelayanan dan sikap terhadap sakit dan penderitaan”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Benyamin Lumenta, Penyakit: Citra, Alam, dan Budaya, 1989.

Tatap muka 13: Kelompok “Pensiun dan memasuki masa lanjut” atau “Tetap melayani di masa lanjut” (pilih salah satu)
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
J.B. Banawiratma (editor), Ekaristi dan Kerjasama Imam – Awam, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.

Tatap muka 14: Kelompok “Persiapan diri menjelang ajal dan kematian”
- makna ritus-ritusnya secara historis dan normatif
- ritus-ritus baru atau kontekstual yang mungkin menjadi liturgi
- refleksi
Referensi
Howard Clinebell, Well Being: a Personal Plan for Exploring and Enriching the Seven Dimensions of Life, 1991.


Referensi umum
Boli Bernadus Ujan, Ritus Kehidupan, 2004.
Given Kennedy Niville & John H. Westerhoff III, Learning through Liturgy, 1978.
Gordon H. Bowe & Ernest R. Hilgard, Theories of Learning, 1986.
John H. Westerhoff III & William H. Willimon, Liturgy and Learning through the Life Cycle, 1980.
Richard Niebur, Christ and Culture
T.A. Kenner, Symbols and Their Hidden Meanings: The Mysterious Significance and Forgotten Origins of Signs and Symbols in the Modern World, 2006.
Mircea Eliade, Images and Symbols, 1991.