Rabu, 09 Maret 2011

RITUS BAPTISAN

Nama : Bontor Egla, Covan, Hesekiel, Maureen, Togu
Semester: VI (enam)
Mata Kuliah: Ritus Kehidupan



Pendahuluan
Ritus terjalin dalam seluruh kehidupan yang kita jalani. Setiap hal yang kita lakukan dalam dunia ini pasti mengandung makna dan nilai tertentu. Demikian pula istilah yang kita kenal dengan nama “inisiasi”, yang secara tak disadari pun turut terserap dalam tradisi kekristenan. Istilah ini berasal dari bahasa Latin ini-ire dan initiatio yang berarti masuk ke dalam atau pemasukan ke dalam, yang merupakan suatu gejala sosio-antropologis yang tersebar luas dalam masyarakat.
Hampir semua kelompok sosial mengembangkan dan memiliki suatu upacara (baik profan atau sipil dan religius keagamaan), untuk secara resmi memasukkan orang yang dianggap “orang luar” menjadi anggota kelompok sosial tertentu. Demikian pula ritus baptisan dan pemberian nama yang akan kelompok bahas dalam kesempatan kali ini. Kelompok melihat adanya suatu keterkaitan erat antara kedua persolan di atas. Untuk itu, kita akan terlebih dahulu melihat secara historis dan normatif bagaimana perkembangan ritus baptisan dan pemberian nama, dalam hubungannya dengan ritus penerimaan dalam masyarakat tertentu, sehingga kita dapat mengenal lebih dalam tentang salah satu ritus ini.

Sejarah Inisiasi Kristen Baptisan
Tidak dapat kita pungkiri, apa yang kita jalani sekarang bersumber dari tradisi-tradisi lama yang sudah berlangsung jauh sebelum kekristenan mucul. Salah satu tradisi yang akrab di telinga kita adalah paganisme. Disadari atau tidak, ritual panteistik yang dipraktekkan oleh semua agama monoistik sebagian besar bersumber dari tradisi mereka. Bahkan tradisi baptis yang kita lakukan saat ini, sudah ada lebih dahulu sebelum Yesus lahir ke dunia. Dalam tradisi pagan, baptis (tentunya dengan nama berbeda) adalah sebuah upacara yang dilakukan untuk menyatukan anak dengan air suci sebagai simbol awal kehidupan yang baru, seperti halnya air hujan yang membasahi bumi.
Lama sebelum gereja-gereja lahir, di negara-negara Timur Tengah dan sekitar Laut Tengah, dikenal upacara keagamaan yang menggunakan air sebagai upacara penyucian. Babilonia, Mesir, Persia, India, dan kelak apa yang dikenal sebagai dunia Hellenistik (berkebudayaan Yunani) mempunyai upacara pembaptisan. Beberapa sungai menjadi terkenal karenanya, bahkan sampai sekarang antara lain sungai Efrat, Nil dan Gangga.
Selain itu, ada upacara pembasuhan agamawi yang juga mengenal praktek pembaptisan, yang disebut Agama Misteri (misalnya Mithras). Kultus Mithras berasal dari Persia (Iran) dan India. Mithras adalah Dewa Matahari yang banyak dipuja oleh militer. Dalam penerimaan anggotanya, mereka harus dibaptis dan dikuduskan dengan madu. Mithraisme sampai ke Roma pada tahun 67 sebelum Kristus.
Pada zaman Patristik, upacara tersebut diserap dan berkembang menjadi sebuah ritus inisiasi Kristen yang matang. Perkembangan yang dimaksud adalah penumpangan tangan dan pengolesan dengan minyak suci dan menyusul baptisan yang dilayani oleh uskup. Tidak sampai di situ saja, zaman-zaman berikutnya kembali meneruskan tradisi inisiasi ini. Bahkan pada zaman reformasi ritus inisiasi dipandang oleh Luther sebagai karya Allah dan Kristus. Walaupun diselenggarkan oleh gereja, baptisan bukan milik gereja, tetapi milik Kristus.
Inisiasi merupakan suatu upacara atau biasa disebut sebagai sakramen. Upacara-upacara tersebut merupakan upacara simbolik yang menyertai pemasukan orang ke dalam kelompok orang yang bersatu dalam kepercayaannya kepada Yesus Kristus. Hal ini dimaknai sebagai pernyataan definitif Allah yang menyatakan diri dalam Kristus sebagai Juruselamat umat manusia.
Dalam tradisi-tradisi lainnya, kita juga dapat menjumpai apa yang serupa dengan ritus baptisan ini. Sampai sekarang di Thailand dikenal salah satu upacara “mandi”. Pada hari raya tertentu, banyak orang yang ikut mengambil bagian dalam upacara penyucian ini dengan saling menyiramkan air satu sama lain. Walaupun demikian, praktek ini telah agak bergeser maknanya. Upacara saling siram air tadi telah menjadi semacam atraksi turis dan diwarnai dengan senda gurau.
Kita juga dapat melihat praktek-praktek yang masih berlaku dalam kehidupan suku Jawa. Di Solo dan Jogjakarta masih berlaku upacaram”memandikan” pengantin. Juga di daerah yang sama, termasuk beberapa pusat ziarah umat Islam seperti Kudus, Kadilangu, dan Demak masih memberlakukan “pemandian” beberapa peninggalan (pusaka) bahkan menurunkan dan mencuci “kelambu”.
Apapun latar belakang agama dan kepercayaan yang memberlakukan praktek “baptis”, maka yang terkandung dari upacara-upacara tadi adalah memandikan atau membasuh dan membersihkan dosa.

Pengertian Baptisan dan Ritusnya
Baptisan berasal dari kata βάπτίζω, yang berarti membenamkan diri, mencelupkan diri ke dalam air (seluruhnya atau sebagian), membasuh dengan air, wudu dan mencuci. Air yang digunakan dalam inisiasi baptisan merupakan pengaruh warisan dari masyarakat umum ketika gereja mula-mula berdiri. Air yang digunakan berfungsi sebagai alat pembersih yang bersifat alami, simbol kehidupan dan kesuburan (Yes. 41:17).
Baptisan yang menggunakan air menyimbolkan pembersihan dari kenajisan, yakni dosa. Setelah seseorang mengalami pembersihan dari dosa, maka kemudian ada kehidupan atau yang dipahami sebagai keselamatan. Kehidupan tersebut merupakan karya dari Roh Kudus. Dengan memperoleh pengampunan dosa, mendapat curahan Roh Kudus, dikuduskan dan sebagainya, seseorang masuk melalui ritus inisiasi baptisan.
Berbicara mengenai baptisan, kita tidak akan bisa lepas dari simbolnya. Air merupakan aspek atau simbol yang paling penting dalam baptisan. Air memberikan hidup dalam kehidupan manusia. Air berfungsi untuk membersihkan. Di dalam beberapa agama, air digunakan untuk membersihkan diri dari dosa, sama dengan arti membersihkan secara fisik.
Dalam kehidupan sehari-hari air juga berguna untuk memberi kesegaran dan kehidupan bagi segala makhluk. Air juga menjadi tanda pembebasan (berkaitan dengan kisah pembebasan bangsa Israel keluar dari perbudakkan di Mesir). Gereja menggunakan air sebagai lambang kehidupan baru dan pembebasan dari dosa, yang kita alami dalam ritus pembaptisan.

Prosedur Sebelum Baptisan Kudus Anak
Pertama-tama, orangtua/wali mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat. Selanjutnya, Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi dengan orangtua/wali, guna membekali mereka untuk mendidik anaknya dalam iman Kristiani dan mendorong anaknya untuk mengaku percaya/sidi. Setelah percakapan, Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon baptisan serta orangtua/walinya dalam warta jemaat selama 3 (tiga) hari Minggu berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada anggota jemaat untuk ikut mendoakan, mempertimbangkannya, serta mengajukkan keberatan. Jika selama 3 (tiga) hari Minggu berturut-turut tidak ada anggota jemaat yang keberatan, maka Majelis Jemaat melaksanakan baptisan kudus anak dalam Kebaktian Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi.
Baptisan Kudus Anak
Dalam Baptisan Kudus Anak, terdapat pernyataan iman. Di mana, dalam bagian ini orangtua/wali diberikan tanya-jawab untuk mengingat baptisan mereka dan menyatakan iman mereka kepada anak mereka.
Setelah itu masuk dalam proses Pelayanan Baptisan. Dalam bagian ini, nama anak yang hendak dibaptis dipanggil oleh pendeta, sehingga orangtua/wali membawa anaknya maju ke depan. Kemudian, si anak dibaptis dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Setelah itu, anak-anak di berkati.
Setelah pelayanan baptisan, ada pesan bagi orangtua/wali, yaitu untuk membantu, mendidik mereka agar mereka bertumbuh dalam iman, mengerti makna perjanjian Allah serta Firman-Nya, dan pada waktunya mengaku iman percayanya sendiri sepenuh hati.
Setelah itu pesan diberikan bagi jemaat, untuk menerima anak-anak yang telah dibaptis sebagai anggota persekutuan tubuh Kristus dan pewaris Kerajaan Allah dengan penuh kasih sayang, serta mendukung mereka dan orangtua/wali mereka dalam pendidikan iman mereka.
Setelah Baptisan
Setelah baptisan, orangtua/wali mengambil peran penting dalam kehidupan anak-anak yang dibaptis. Hal itu dikarenakan tugas mereka untuk menjaga iman para anak-anak yang sudah dibaptis, membimbing dan mengenalkan mereka pada Kristus dengan mengikutsertakan mereka untuk berdoa, bersekolah minggu, bergereja, serta melakukan ibadah keluarga di rumah. Hal ini menolong pertumbuhan iman anak-anak, sehingga mereka tidak kehilangan identitasnya sebagai anak-anak Allah.

Sumbangan dan Refleksi Kelompok
Dari pemaparan tersebut, kita semua dapat mengetahui bahwa tradisi baptisan telah ada sebelum ke-Kristenan dalam budaya masyarakat yang hidup sebelumya. Sadar ataupun tidak, kita menyerap ritus baptisan yang mereka lakukan. Bahkan, tidak hanya itu saja banyak di antara ritus-ritus lain yang kita lakukan berasal dari kebudayaan tersebut. Hingga saat inipun banyak dari tradisi itu yang masih bertahan dan memiliki makna yang hampir sama dengan tradisi kekristenan saat ini. Namun demikian, harus diakui bahwa makna dari ritus tersebut sudah mulai bergeser karena perkembangan jaman yang ada.
Selain itu, kita dapat mengetahui bahwa ritus bukan hanya pada saat suatu perayaan berlangsung akan tetapi berkelanjutan hingga perayaan selesai, bahkan sebelum perayaan tersebut. Begitu juga halnya dengan baptisan seperti yang telah dibahas ada banyak kegiatan yang dilakukan sebelum dan sesudah baptisan berlangsung. Akan tetapi, banyak gereja yang hanya melakukan sekali pertemuan untuk membicarakan makna baptisan, bahkan mungkin ada gereja yang tidak mengadakan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut. Padahal perlu ditekankan bagi orangtua dan wali bagaimana menjadi orangtua Kristen yang dapat mendidik anaknya sebagai wujud komitmen orangtua membawa anaknya kepada Kristus dan jemaat. Oleh karena itu, banyak akhirnya orangtua tidak dapat memperkenalkan hidup kekristenan hingga anaknya dewasa.
Gereja juga jangan hanya memperhatikan administrasi gereja dari surat-surat baptisan tersebut. Akan tetapi, gereja juga harus mengadakan penggembalaan yang berisi materi agar orangtua serta jemaat mengetahui makna sebenarnya dari baptisan sehingga dapat mengarahkan “anggota baru” dalam komunitas tersebut. Selain itu, gereja harus mengambil bagian dalam perkembangan kehidupan beriman anak serta orangtua dalam keluarga, gereja dan bermasyarakat. Hal ini juga dapat diterapkan oleh kita sebagai mahasiswa teologi yang nantinya akan melayani di jemaat.

Daftar Pustaka
Groenen, C., Teologi Sakramen Inisiasi Baptisan – Krisma: Sejarah dan Sistematik, 1992.
Hukh, Gabe, Liturgi yang Anggun dan Menawan: Pedoman Menyiapkan dan Melaksanakan Liturgi, Jogjakarta: Kanisius, 2001.
Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane: The Nature of Religion. New York: Harper and Row Publisher, 1957.
Christano, Charles. Baptis. Semarang: Komisi Literaratur Sinode GKMI, 1983.
Rachman, Rasid. Artikel Baptisan (dan Peneguhan Sidi) dan Perjamuan Kudus: Sebuah Tinjauan Sosio-Teologis Bagaimana Anak (tidak) ikut serta di dalamnya dalam buku Bergumul dari Warisan Tradisi. Jakarta: KPT GKI SW Jabar, 2009.
Martos, Joseph. Doors To The Sacrred. United Stated: DOUBLEDAY, 1982.
Windhu, Marsana. Mengenal 30 Lambang / Simbol Kristiani. Jogjakarta: Kanisius, 1997.
Sumber Internet
http://old.nabble.com/Agenda-Esoteris-(2):-Ritual-Paganisme-dalam-Ritus-Agama-Langit-td23808506.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar